Tuesday, May 8, 2012

Perlindungan Konsumen


Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali, maka dia disebut pengecer atau distributor.
Azas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Azas Perlindungan Konsumen
1.       Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
2.       Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
3.       Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
4.       Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
5.       Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Tujuan dari UU PK adalah melindungi kepentingan konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
·         Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
·         Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
·         Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
·         Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
·         Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
·         Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha
Dalam Pasal 8 sampai Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha adalah larangan dalam memproduksi / memperdagangkan, larangan dalam menawarkan / mempromosikan / mengiklankan, larangan dalam penjualan secara obral / lelang, dan larangan dalam ketentuan periklanan.
A. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :
1.               tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan ;
2.               tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut ;
3.               tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran sebenarnya ;
4.               tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut ;
5.               tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut ;
6.               tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut ;
7.               tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu ;
8.               tidak mngikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana  pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label ;
9.               tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat ;
10.            tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

B. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan atau jasa secara tidak benar, dan atau seolah-olah.
1.               Barang tersebut telah memenuhi dan atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu ;
2.               Barang tersebut dalam keadaan baik dan atau baru ;
3.               Barang dan atau jasa tersebut telah mendapat dan atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu ;
4.               Barang dan atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi ;
5.               Barang dan atau jasa tersebut tersedia ;

6.               Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi ;
7.               Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu ;
8.               Barang tersebut berasal dari daerah tertentu ;
9.               Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan atau jasa lain ;
10.            Menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko, atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap ;
11.            Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
C.       Pelaku usaha dalam penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui / menyesatkan konsumen, antara lain :
1.               Menyatakan barang dan atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu ;
2.               Menyatakan barang dan atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi ;
3.               Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud menjual barang yang lain ;
4.               Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan atau jumlah cukup dengan maksud menjual barang yang lain ;
5.               Tidak menyediakan barang dalam kapasitas tertentu dan atau jumlah cukup dengan maksud menjual barang yang lain ;
6.               Menaikkan harga atau tariff barang dan jasa sebelum melakukan obral.

D. Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan, misalnya :
1.               Mengetahui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan kegunaan, dan harga barang dan atau jasa, serta ketepatan waktu penerimaan barang jasa ;
2.               Mengelabui jaminan / garansi terhadap barang dan atau jasa ;
3.               Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang dan atau jasa ;
4.               Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan atau jasa ;
5.               Mengeksploitasi kejadian dan atau seseorang tanpa seizing yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan ;
6.               Melanggar etika dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
Perjanjian yang dilarang
1.  Oligopoli
Oligopoli adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seseorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar
§  Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian antara lain :
·         Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas             barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen pada pasar bersangkutan yang sama.
·         Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan jasa yang sama.
·         Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga dibawah harga pasar.
·         Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang ttelah dijanjikan.
Pembagian wilayah
Mengenai pembagian wilayah, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing – masing perusahaan yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
Oligopsoni
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama- sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan
Pelaku usaha patut diduga secara bersama- sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan, apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 % pangsa pasar satu jenis barang/ jasa tertentu.
Integrasi vertical
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usah lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa.
Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
sanksi dalam perlindungan konsumen
 Sanksi
 Sanksi Perdata :
 * Ganti rugi dalam bentuk :
 o Pengembalian uang atau
 o Penggantian barang atau
 o Perawatan kesehatan, dan/atau
 o Pemberian santunan
 * Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi : maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
 * Kurungan :
 o Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
 o Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f

 * Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
 * Hukuman tambahan , antara lain :
 o Pengumuman keputusan Hakim
 o Pencabuttan izin usaha;
 o Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
 o Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
 o Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .
hal-hal yang dikecualikan dalam UU. Antimonopoli
 Hal-hal yang Dikecualikan dalam UU. AntiMonopoli
 Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
 1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar :
 a. Oligopoli
 b. Penetapan harga
 c. Pembagian wilayah
 d. Pemboikotan
 e. Kartel
 f. Trust
 g. Oligopsoni
 h. Integrasi vertical
 i. Perjanjian tertutup
 j. Perjanjian dengan pihak luar negeri

 2. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, meliputi kegiatan-kegiatan :
 a. Monopoli
 b. Monopsoni
 c. Penguasaan pasar
 d. Persekongkolan

 Pasal 50
 Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah:
 a. perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau
 b. perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba; atau
 c. perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan; atau
 d. perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan; atau
 e. perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas; atau
 f. perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia; atau
 g. perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri; atau
 h. pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil; atau
 i. kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
 Pasal 51
 Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.
komisi pengawas persaingan usaha (KPPU)
 Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
 KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
 1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
 2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
 3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.

 Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain

 Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
 1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
 2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan.
 3. Efisiensi alokasi sumber daya alam
 4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
 5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
 6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
 7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
 8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan


 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
 Bagian PertamaStatus
 Pasal 30
 (1) Untuk mengawasi pelaksanaan Undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut Komisi.
 (2) Komisi adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain.
 (3) Komisi bertanggung jawab kepada Presiden.
 Bagian KeduaKeanggotaan
 Pasal 31
 (1) Komisi terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota.
 (2) Anggota Komisi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
 (3) Masa jabatan anggota Komisi adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
 (4) Apabila karena berakhirnya masa jabatan akan terjadi kekosongan dalam keanggotaan Komisi, maka masa jabatan anggota dapat diperpanjang sampai pengangkatan anggota baru.
 Pasal 32
 Persyaratan keanggotaan Komisi adalah:
 1. warga negara Republik Indonesia, berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun dan setinggi-tingginya 60 (enam puluh) tahun pada saat pengangkatan;
 2. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
 3. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
 4. jujur, adil, dan berkelakuan baik;
 5. bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia;
 6. berpengalaman dalam bidang usaha atau mempunyai pengetahuan dan keahlian di bidang hukum dan atau ekonomi;
 7. tidak pernah dipidana;
 8. tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan; dan
 9. tidak terafiliasi dengan suatu badan usaha.
 Psaal 33
 Keanggotaan Komisi berhenti, karena :
 a. meninggal dunia;
 b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
 c. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;
 d. sakit jasmani atau rohani terus menerus;
 e. berakhirnya masa jabatan keanggotaan Komisi; atau
 f. diberhentikan.
 Pasal 34
 (1) Pembentukan Komisi serta susunan organisasi, tugas, dan fungsinya ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
 (2) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Komisi dibantu oleh sekretariat.
 (3) Komisi dapat membentuk kelompok kerja.
 (4) Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, dan fungsi sekretariat dan kelompok kerja diatur lebih lanjut dengan keputusan Komisi.
 Bagian KetigaTugas
 Pasal 35
 Tugas Komisi meliputi:
 a. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;
 b. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;
 c. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;
 d. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;
 e. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
 f. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini;
 g. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
 Bagian KeempatWewenang
 Pasal 36
 Wewenang Komisi meliputi:
 1. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
 2. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
 3. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;
 4. meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;
 5. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan;
 6. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat;
 7. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
 8. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
 Bagian KelimaPembiayaan
 Pasal 37
 Biaya untuk pelaksanaan tugas Komisi dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan atau sumber-sumber lain yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku



Shinta Nur Amalia
2EB09/26210523

No comments: