Tuesday, May 29, 2012

Penyelesaian Sengketa


Sengketa terjadi karena terdapat situasi dimana satu pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain. Perasaan tidak puas akan segera muncul ke permukaan apabila terjadi conflict of interest. Pada umumnya di dalam kehidupan bermasyarakat ada beberapa cara menyelesaikan konflik yakni proses penyelesaian sengketa yang ditempuh dapat melalui cara-cara formal maupun informal.
Cara-cara  Penyelesaian Sengketa
1.1. Negosiasi
Negosiasi adalah proses tawar menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak dan pihak lain.
1.2.. Mediasi
Mediasi adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat.
Unsur-unsur mediasi :
-          Merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan.
-          Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan.
-          Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian.
-          Tujuan mediasi untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.
1.3 Konsiliasi
Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan penyelesaian. Konsiliator berkewajiban untuk menyampaikan pendapat-pendapatnya mengenai duduk persoalannya.
1.4. Arbitrase
Arbitrase adalah usaha perantara dalam meleraikan sengketa. Menurut Subekti, arbitrase merupakan suatu penyelesaian sengketa oleh seorang wasit yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk atau menaati keputusan yang akan diberikan wasit yang mereka pilih.
Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
Suatu arbitrase tidak menjadi batal walaupun disebabkan oleh suatu keadaan seperti meninggalnya salah satu pihak, bangkrutnya salah satu pihak, novasi, keadaan tidak mampu membayar salah satu pihak, pewarisan, serta berakhirnya perjanjian pokok.
Di Indonesia terdapat dua lembaga arbitrase yakni BANI dan BAMUI.
Arbitrase dibagi ke dalam 2 jenis yaitu:
1.     Arbitrase Volunter (ad hoc)
Merupakan arbitrase yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan atau memutuskan perselisihan tertentu.
1.     Arbitrase Institusional
Merupakan suatu lembaga atau badan arbitrase yang bersifat permanen sehingga tetap berdiri untuk selamanya dan tidak bubar meskipun perselisihan yang ditangani telah selesai diputus.
Pemberian pendapat oleh lembaga arbitrase menyebabkan kedua belah pihak terikat padanya. Apabila tindakannya ada yang bertentangan dengan pendapat tersebut maka dianggap melanggar perjanjian. Sementara itu, pelaksanaan keputusan arbitrase nasional dilakukan dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal putusan ditetapkan. Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum dan mengikat para pihak.
Syarat-syarat untuk dijadikan suatu putusan arbitrase :
1.     Para pihak telah menyetujui bahwa sengketa di antara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase.
2.     Persetujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dimuat dalam suatu dokumen yang ditandatangani oleh para pihak.
3.     Sengketa hanya di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan.
4.     Sengketa tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
Yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksaan putusan arbitrase internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur:
1.     Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putusan dijatuhkan diketahui palsu atau dinyatakan palsu.
2.     Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan dan yang disembunyikan oleh pihak lawan.
3.     Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemerisaan sengketa.
1.5 Peradilan
Pengadilan menurut UU No.2 Tahun 1986 adalah pengadilan negeri dan pengadilan tinggi di lingkungan peradilan umum. Hakim atau pengadilan adalah penegak hukum. Sementara itu Pasal 2 UU No. 4 Tahun 2004, penyelenggara kekuasaan nkehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berbeda di bawahnya dalam lingkunga peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi.
1.6. Peradilan Umum
Peradilan umum adalah salah satu kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang pada umumnya mengenai perkara perdata dan pidana.
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh:
1.     Pengadilan Negeri
Adalah pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di kotamadya atau ibukota kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten, yang dibentuk dengan keputusan presiden.
Pengadilan negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama.
1.     Pengadilan Tinggi
Adalah pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di ibukota propinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah propinsi yang dibentuk dengan undang-undang.
Pengadilan tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan perkara perdata di tingkat banding, juga berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan yang mengadili antar pengadilan negeri di daerah hukumnya.
1.     Mahkamah Agung
Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain, yang berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia.
Mahkamah Agung bertuagas dan berwenang memeriksa dan memutus permohonan kasasi, sengketa tentang kewenangan mengadili, permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam tingkat kasasi Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan dari semua lingkungan peradilan, karena
1.     Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
2.     Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
3.     Lalai memenuhi syarat-syarat yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata harus diajukan sendiri oleh para pihak yang berperkara atau ahli warisnya atau seorang wakilnya khusus dikuasakan untuk itu dengan tenggang waktu pengajukan 180 hari yang didasarkan atas alasan, seperti
1.     Didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.
2.     Setelah perkara diputus ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.
3.     Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut.
4.     Mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa pertimbangan sebab-sebabnya.
5.     Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain.
6.     Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.


Shinta Nur Amalia
2EB09 / 26210523

No comments: