Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jika
tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali, maka dia disebut
pengecer atau distributor.
Azas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Azas Perlindungan Konsumen
1.
Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
2.
Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
3.
Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil
ataupun spiritual,
4.
Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen;
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan;
5.
Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun
konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Tujuan dari UU PK adalah melindungi kepentingan konsumen,
dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan
kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan
perlindungan konsumen adalah:
·
Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan
kemandirian konsumen untuk melindungi diri
·
Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan
cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
·
Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
·
Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi
·
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai
pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha
·
Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang
menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku
Usaha
Dalam Pasal 8 sampai Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha adalah larangan
dalam memproduksi / memperdagangkan, larangan dalam menawarkan / mempromosikan
/ mengiklankan, larangan dalam penjualan secara obral / lelang, dan larangan
dalam ketentuan periklanan.
A. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :
1.
tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar
yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan ;
2.
tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih
atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label
atau etiket barang tersebut ;
3.
tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan
dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran sebenarnya ;
4.
tidak sesuai dengan kondisi, jaminan,
keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut ;
5.
tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi,
proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan
dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut ;
6.
tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam
label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa
tersebut ;
7.
tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau
jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu ;
8.
tidak mngikuti ketentuan berproduksi secara
halal, sebagaimana pernyataan “halal”
yang dicantumkan dalam label ;
9.
tidak memasang label atau membuat penjelasan
barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi,
aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha
serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus
dipasang/dibuat ;
10.
tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk
penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
B. Pelaku usaha dilarang menawarkan,
mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan atau jasa secara tidak benar, dan
atau seolah-olah.
1.
Barang tersebut telah memenuhi dan atau memiliki
potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu,
karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu ;
2.
Barang tersebut dalam keadaan baik dan atau baru
;
3.
Barang dan atau jasa tersebut telah mendapat dan
atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu,
ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu ;
4.
Barang dan atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan
yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi ;
5.
Barang dan atau jasa tersebut tersedia ;
6.
Barang tersebut tidak mengandung cacat
tersembunyi ;
7.
Barang tersebut merupakan kelengkapan dari
barang tertentu ;
8.
Barang tersebut berasal dari daerah tertentu ;
9.
Secara langsung atau tidak langsung merendahkan
barang dan atau jasa lain ;
10.
Menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti
aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko, atau efek sampingan tanpa
keterangan yang lengkap ;
11.
Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang
belum pasti.
C. Pelaku usaha
dalam penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang
mengelabui / menyesatkan konsumen, antara lain :
1.
Menyatakan barang dan atau jasa tersebut
seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu ;
2.
Menyatakan barang dan atau jasa tersebut
seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi ;
3.
Tidak berniat untuk menjual barang yang
ditawarkan melainkan dengan maksud menjual barang yang lain ;
4.
Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu
dan atau jumlah cukup dengan maksud menjual barang yang lain ;
5.
Tidak menyediakan barang dalam kapasitas
tertentu dan atau jumlah cukup dengan maksud menjual barang yang lain ;
6.
Menaikkan harga atau tariff barang dan jasa
sebelum melakukan obral.
D. Pelaku usaha periklanan dilarang
memproduksi iklan, misalnya :
1.
Mengetahui konsumen mengenai kualitas,
kuantitas, bahan kegunaan, dan harga barang dan atau jasa, serta ketepatan
waktu penerimaan barang jasa ;
2.
Mengelabui jaminan / garansi terhadap barang dan
atau jasa ;
3.
Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak
tepat mengenai barang dan atau jasa ;
4.
Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian
barang dan atau jasa ;
5.
Mengeksploitasi kejadian dan atau seseorang
tanpa seizing yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan ;
6.
Melanggar etika dan atau ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai periklanan.
Perjanjian yang dilarang
1. Oligopoli
Oligopoli adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli
barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seseorang dari mereka
dapat mempengaruhi harga pasar
§
Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian antara lain :
·
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga atas barang
dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen pada pasar bersangkutan yang
sama.
·
Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus
membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli
lain untuk barang dan jasa yang sama.
·
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga dibawah harga pasar.
·
Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok
kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada
harga yang ttelah dijanjikan.
Pembagian wilayah
Mengenai pembagian wilayah, pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah
pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku
usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha
yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan
atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau
perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan
kelangsungan hidup masing – masing perusahaan yang bertujuan untuk mengontrol
produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
Oligopsoni
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
lain yang bertujuan untuk secara bersama- sama menguasai pembelian atau
penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa
dalam pasar bersangkutan
Pelaku usaha patut diduga secara bersama- sama menguasai
pembelian atau penerimaan pasokan, apabila dua atau tiga pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 % pangsa pasar satu jenis barang/
jasa tertentu.
Integrasi vertical
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usah
lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk
dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap
rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam
satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa
hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut
kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain
yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu
harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau
potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa.
Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar
negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
sanksi dalam perlindungan konsumen
Sanksi
Sanksi Perdata :
* Ganti rugi dalam
bentuk :
o Pengembalian uang
atau
o Penggantian barang
atau
o Perawatan kesehatan,
dan/atau
o Pemberian santunan
* Ganti rugi
diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi : maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus
juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
* Kurungan :
o Penjara, 5 tahun,
atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2),
15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
o Penjara, 2 tahun,
atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1),
14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
* Ketentuan pidana
lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen)
jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
* Hukuman tambahan ,
antara lain :
o Pengumuman
keputusan Hakim
o Pencabuttan izin
usaha;
o Dilarang
memperdagangkan barang dan jasa ;
o Wajib menarik dari
peredaran barang dan jasa;
o Hasil Pengawasan
disebarluaskan kepada masyarakat .
hal-hal yang dikecualikan dalam UU.
Antimonopoli
Hal-hal yang
Dikecualikan dalam UU. AntiMonopoli
Hal-hal yang dilarang
oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
1.
Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar
:
a. Oligopoli
b. Penetapan harga
c. Pembagian wilayah
d. Pemboikotan
e. Kartel
f. Trust
g. Oligopsoni
h. Integrasi vertical
i. Perjanjian
tertutup
j. Perjanjian dengan
pihak luar negeri
2. Kegiatan-kegiatan
tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, meliputi kegiatan-kegiatan
:
a. Monopoli
b. Monopsoni
c. Penguasaan pasar
d. Persekongkolan
Pasal 50
Yang dikecualikan
dari ketentuan undang-undang ini adalah:
a. perbuatan dan atau
perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang
berlaku; atau
b. perjanjian yang
berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek
dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan
rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba; atau
c. perjanjian
penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan
atau menghalangi persaingan; atau
d. perjanjian dalam
rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang
dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah
diperjanjikan; atau
e. perjanjian kerja
sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas;
atau
f. perjanjian
internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia; atau
g. perjanjian dan
atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan
atau pasokan pasar dalam negeri; atau
h. pelaku usaha yang
tergolong dalam usaha kecil; atau
i. kegiatan usaha
koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
Pasal 51
Monopoli dan atau
pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan
atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh
Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau
ditunjuk oleh Pemerintah.
komisi pengawas persaingan usaha
(KPPU)
Komisi Pengawasan
Persaingan Usaha
Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang
dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan
tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
1. Perjanjian yang
dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara
bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang
dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat
seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian
tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust
(persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan
persaingan usaha tidak sehat.
2. Kegiatan yang
dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui
pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Posisi dominan,
pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk
membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku
usaha lain.
Dalam pembuktian,
KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada
tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain
Keberadaan KPPU
diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1. Konsumen tidak
lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2. Keragaman produk
dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan.
3. Efisiensi alokasi
sumber daya alam
4. Konsumen tidak
lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui
pada pasar monopoli
5. Kebutuhan konsumen
dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
6. Menjadikan harga
barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
7. Membuka pasar
sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
8. Menciptakan
inovasi dalam perusahaan
Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU)
Bagian PertamaStatus
Pasal 30
(1) Untuk mengawasi
pelaksanaan Undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang
selanjutnya disebut Komisi.
(2) Komisi adalah
suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah
serta pihak lain.
(3) Komisi
bertanggung jawab kepada Presiden.
Bagian
KeduaKeanggotaan
Pasal 31
(1) Komisi terdiri
atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota,
dan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota.
(2) Anggota Komisi
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat.
(3) Masa jabatan
anggota Komisi adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu)
kali masa jabatan berikutnya.
(4) Apabila karena
berakhirnya masa jabatan akan terjadi kekosongan dalam keanggotaan Komisi, maka
masa jabatan anggota dapat diperpanjang sampai pengangkatan anggota baru.
Pasal 32
Persyaratan
keanggotaan Komisi adalah:
1. warga negara
Republik Indonesia, berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun dan
setinggi-tingginya 60 (enam puluh) tahun pada saat pengangkatan;
2. setia kepada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
3. beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
4. jujur, adil, dan
berkelakuan baik;
5. bertempat tinggal
di wilayah negara Republik Indonesia;
6. berpengalaman
dalam bidang usaha atau mempunyai pengetahuan dan keahlian di bidang hukum dan
atau ekonomi;
7. tidak pernah
dipidana;
8. tidak pernah
dinyatakan pailit oleh pengadilan; dan
9. tidak terafiliasi
dengan suatu badan usaha.
Psaal 33
Keanggotaan Komisi
berhenti, karena :
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri
atas permintaan sendiri;
c. bertempat tinggal
di luar wilayah negara Republik Indonesia;
d. sakit jasmani atau
rohani terus menerus;
e. berakhirnya masa
jabatan keanggotaan Komisi; atau
f. diberhentikan.
Pasal 34
(1) Pembentukan
Komisi serta susunan organisasi, tugas, dan fungsinya ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
(2) Untuk kelancaran
pelaksanaan tugas, Komisi dibantu oleh sekretariat.
(3) Komisi dapat
membentuk kelompok kerja.
(4) Ketentuan
mengenai susunan organisasi, tugas, dan fungsi sekretariat dan kelompok kerja
diatur lebih lanjut dengan keputusan Komisi.
Bagian KetigaTugas
Pasal 35
Tugas Komisi
meliputi:
a. melakukan
penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4
sampai dengan Pasal 16;
b. melakukan
penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;
c. melakukan
penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;
d. mengambil tindakan
sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;
e. memberikan saran
dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
f. menyusun pedoman
dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini;
g. memberikan laporan
secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan
Rakyat.
Bagian
KeempatWewenang
Pasal 36
Wewenang Komisi
meliputi:
1. menerima laporan
dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
2. melakukan
penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat;
3. melakukan
penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh
pelaku usaha atau menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap
orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi
panggilan Komisi;
4. meminta keterangan
dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau
pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;
5. mendapatkan,
meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan atau pemeriksaan;
6. memutuskan dan
menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau
masyarakat;
7. memberitahukan
putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat;
8. menjatuhkan sanksi
berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan
Undang-undang ini.
Bagian
KelimaPembiayaan
Pasal 37
Biaya untuk
pelaksanaan tugas Komisi dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan atau sumber-sumber lain yang diperbolehkan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku
No comments:
Post a Comment