Sengketa terjadi
karena terdapat situasi dimana satu pihak yang merasa dirugikan oleh pihak
lain. Perasaan tidak puas akan segera muncul ke permukaan apabila terjadi
conflict of interest. Pada umumnya di dalam kehidupan bermasyarakat ada
beberapa cara menyelesaikan konflik yakni proses penyelesaian sengketa yang
ditempuh dapat melalui cara-cara formal maupun informal.
Cara-cara Penyelesaian Sengketa
1.1. Negosiasi
Negosiasi adalah
proses tawar menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama
antara satu pihak dan pihak lain.
1.2.. Mediasi
Mediasi adalah proses
pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai
penasihat.
Unsur-unsur mediasi :
-
Merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan.
-
Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam
perundingan.
-
Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari
penyelesaian.
-
Tujuan mediasi untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang
bersengketa guna mengakhiri sengketa.
1.3 Konsiliasi
Konsiliasi adalah
usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan
dan penyelesaian. Konsiliator berkewajiban untuk menyampaikan
pendapat-pendapatnya mengenai duduk persoalannya.
1.4. Arbitrase
Arbitrase adalah usaha
perantara dalam meleraikan sengketa. Menurut Subekti, arbitrase merupakan suatu
penyelesaian sengketa oleh seorang wasit yang berdasarkan persetujuan bahwa
mereka akan tunduk atau menaati keputusan yang akan diberikan wasit yang mereka
pilih.
Sengketa yang dapat
diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan
mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai
sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
Suatu arbitrase tidak
menjadi batal walaupun disebabkan oleh suatu keadaan seperti meninggalnya salah
satu pihak, bangkrutnya salah satu pihak, novasi, keadaan tidak mampu membayar
salah satu pihak, pewarisan, serta berakhirnya perjanjian pokok.
Di Indonesia terdapat
dua lembaga arbitrase yakni BANI dan BAMUI.
Arbitrase dibagi ke
dalam 2 jenis yaitu:
1.
Arbitrase Volunter (ad
hoc)
Merupakan arbitrase
yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan atau memutuskan perselisihan
tertentu.
1.
Arbitrase
Institusional
Merupakan suatu
lembaga atau badan arbitrase yang bersifat permanen sehingga tetap berdiri
untuk selamanya dan tidak bubar meskipun perselisihan yang ditangani telah
selesai diputus.
Pemberian pendapat
oleh lembaga arbitrase menyebabkan kedua belah pihak terikat padanya. Apabila
tindakannya ada yang bertentangan dengan pendapat tersebut maka dianggap
melanggar perjanjian. Sementara itu, pelaksanaan keputusan arbitrase nasional
dilakukan dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal putusan
ditetapkan. Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum dan
mengikat para pihak.
Syarat-syarat untuk
dijadikan suatu putusan arbitrase :
1.
Para pihak telah
menyetujui bahwa sengketa di antara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase.
2.
Persetujuan untuk
menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dimuat dalam suatu dokumen yang
ditandatangani oleh para pihak.
3.
Sengketa hanya di
bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan
perundang-undangan.
4.
Sengketa tidak
bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
Yang berwenang
menangani masalah pengakuan dan pelaksaan putusan arbitrase internasional
adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Para pihak dapat
mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung
unsur-unsur:
1.
Surat atau dokumen
yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putusan dijatuhkan diketahui palsu atau
dinyatakan palsu.
2.
Setelah putusan
diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan dan yang disembunyikan oleh
pihak lawan.
3.
Putusan diambil dari
hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemerisaan
sengketa.
1.5 Peradilan
Pengadilan menurut UU
No.2 Tahun 1986 adalah pengadilan negeri dan pengadilan tinggi di lingkungan
peradilan umum. Hakim atau pengadilan adalah penegak hukum. Sementara itu Pasal
2 UU No. 4 Tahun 2004, penyelenggara kekuasaan nkehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berbeda di bawahnya dalam lingkunga
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi.
1.6. Peradilan Umum
Peradilan umum adalah
salah satu kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang pada umumnya
mengenai perkara perdata dan pidana.
Kekuasaan kehakiman di
lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh:
1.
Pengadilan Negeri
Adalah pengadilan
tingkat pertama yang berkedudukan di kotamadya atau ibukota kabupaten dan
daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten, yang dibentuk dengan
keputusan presiden.
Pengadilan negeri
bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana
dan perkara perdata di tingkat pertama.
1.
Pengadilan Tinggi
Adalah pengadilan
tingkat banding yang berkedudukan di ibukota propinsi dan daerah hukumnya meliputi
wilayah propinsi yang dibentuk dengan undang-undang.
Pengadilan tinggi
bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan perkara perdata di tingkat
banding, juga berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa
kewenangan yang mengadili antar pengadilan negeri di daerah hukumnya.
1.
Mahkamah Agung
Mahkamah Agung
merupakan pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang
dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan
pengaruh-pengaruh lain, yang berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia.
Mahkamah Agung bertuagas
dan berwenang memeriksa dan memutus permohonan kasasi, sengketa tentang
kewenangan mengadili, permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam tingkat kasasi
Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan dari semua lingkungan peradilan,
karena
1.
Tidak berwenang atau
melampaui batas wewenang.
2.
Salah menerapkan atau
melanggar hukum yang berlaku.
3.
Lalai memenuhi
syarat-syarat yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan.
Permohonan peninjauan
kembali putusan perkara perdata harus diajukan sendiri oleh para pihak yang
berperkara atau ahli warisnya atau seorang wakilnya khusus dikuasakan untuk itu
dengan tenggang waktu pengajukan 180 hari yang didasarkan atas alasan, seperti
1.
Didasarkan pada suatu
kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya
diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana
dinyatakan palsu.
2.
Setelah perkara
diputus ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu
perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.
3.
Apabila telah
dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut.
4.
Mengenai sesuatu
bagian dari tuntutan belum diputus tanpa pertimbangan sebab-sebabnya.
5.
Apabila antara
pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh
pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang
bertentangan satu dengan yang lain.
6.
Apabila dalam suatu
putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Shinta Nur Amalia
2EB09 / 26210523
No comments:
Post a Comment