Kebijakan pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang rencananya diberlakukan mulai akhir Maret 2011 berpotensi memunculkan pasar gelap BBM.
Kalangan yang tetap diperbolehkan membeli BBM bersubsidi seperti angkutan umum dan sepeda motor tergoda untuk menjual premium secara eceran.Apalagi, saat ini disparitas harga antara BBM subsidi dan nonsubsidi tinggi. “Saat ini kan harga premium Rp4.500, sementara pertamax Rp6.900.Melihat perbedaan harga itu,bukan tidak mungkin angkutan umum lebih memilih berjualan BBM daripada mencari penumpang.
Mereka bisa saja menjual premium seharga Rp5.500 per liter kepada kendaraan pelat hitam,” ujar pengamat perminyakan,Kurtubi, saat dihubungi harian Seputar Indonesia (SINDO) di Jakarta tadi malam. Komisi VII DPR, Selasa (14/12) dini hari akhirnya menyetujui usulan pemerintah untuk membatasi konsumsi BBM bersubsidi.Kendati demikian, waktu pelaksanaan program pembatasan BBM bersubsidi mundur dari rencana semula Januari menjadi Maret 2011.
Komisi VII DPR meminta pemerintah melaksanakan kegiatan sosialisasi yang memadai dan pengawasan yang ketat untuk mengurangi dampak negatif kebijakan tersebut. Ketimbang pengawasan, menurut Kurtubi, pemerintah sebenarnya bisa menempuh cara lain yang lebih sederhana yakni dengan menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp500. Di samping tidak membutuhkan pengawasan yang ketat, kebijakan itu juga tidak membutuhkan pengadaan infrastruktur seperti tangki dan dispenser pertamax.
Anggota Komisi VII DPR Romahurmuziy meminta program pembatasan BBM subsidi disertai kontrol yang ketat. Pemerintah mesti merumuskan konsep pengawasan yang memadai demi meminimalkan upaya pihak-pihak tertentu yang dengan sengaja mencari keuntungan dari implementasi kebijakan tersebut. “Demi mencegah kebocoran, pemerintah harus bisa memprediksi jumlah volume secara akurat untuk angkutan umum yang akan mendapatkan BBM bersubsidi,” katanya.
Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pemerintah akan melengkapi kajian pembatasan BBM bersubsidi bagi kendaraan pelat hitam. Kajian akan difokuskan pada sisi pengawasan demi mencegah agar pembatasan tidak memunculkan dampak negatif seperti kebocoran.”Yang penting sekali adalah pengawasan karena itu harus siap sebelum pelaksanaannya,” tegas Hatta.
Soal rancangan teknisnya,kata Hatta, akan dibahas oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terlebih dahulu. Setelah itu baru dibahas dalam rapat koordinasi di tingkat Kementerian Koordinator Perekonomian. ”Kita akan bahas sesegera mungkin, kemungkinan minggu depan,” katanya. Disinggung soal pengunduran jadwal pembatasan dari Januari menjadi Maret 2011, Hatta mengatakan,langkah itu menyebabkan upaya penghematan anggaran terganggu.
Penghematan yang sedianya dapat diperoleh Rp3,8 triliun tahun depan berkurang Rp950 miliar menjadi Rp2,850 triliun. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Agus Suprijanto mengatakan, pengunduran waktu pembatasanitubelummengancamkemampuan anggaran.Namun,jika dilihat dari upaya penghematan,memang akan berkurang.”Tinggal Anda hitung. Kalau satu tahun,itu kan pembatasan BBM bisa hemat anggaran Rp3,8 triliun.
Kalau berkurang tiga bulan, berarti ada pengurangan Rp950 miliar,”ungkapnya. Jumlah anggaran subsidi BBM tahun depan ditetapkan sebesar Rp95,9 triliun. Alokasi anggaran tersebut dengan patokan pemakaian volume BBM bersubsidi sebesar 38,5 juta kiloliter. ”Ya memang kalau tidak dihemat, anggaran itu bisa bengkak.
Setiap 1 juta kiloliter kenaikan volume BBM bersubsidi, pemerintah setidaknya membutuhkan tambahan anggaran Rp1,7 triliun,”ucapnya. Menkeu Agus Martowardojo mengatakan, pembatasan harus dijalankan agar anggaran subsidi tidak membengkak. Pemerintah tetap berupaya agar konsumsi volume BBM bersubsidi tahun depan tidak lebih dari 38,5 juta kiloliter.”Kalau tidak dikendalikan, itu akan lebih dari 38,5 juta kiloliter,”ujarnya.
Siap Dijalankan
Sementara itu,Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dan PT Pertamina (Persero) menyatakan siap menjalankan keputusan pemerintah dan DPR untuk membatasi konsumsi BBM bersubsidi. BPH Migas dan Pertamina menyiapkan infrastruktur dan sosialisasi ke masyarakat. Kepala BPH Migas Tubagus Haryono mengatakan, pihaknya melakukan sosialisasi ke masyarakat melalui instansi pemerintah. Dalam pelaksanaan sosialisasi, BPH Migas berkoordinasi dengan Kementerian ESDM.
Vice President Corporate Communication Pertamina M Harun mengatakan,Pertamina menyiapkan infrastruktur untuk mendukung program pembatasan konsumsi BBM bersubsidi.Pertamina optimistis seluruh SPBU di wilayah Jabodetabek sudah siap menjual bahan bakar jenis pertamax sebelum akhir Maret 2011. Dia menuturkan, saat ini dari 720 SPBU di Jabodetabek,530 unit di antaranya sudah menjual pertamax. Adapun 149 SPBU lainnya akan dikonversi untuk siap menjual pertamax dan 21 SPBU perlu ditambah tangki pertamax. ”Dengan demikian, kami optimistis sebelum akhir kuartal pertama 2011,semua SPBU sudah bisa menjual pertamax,”katanya.
Transportasi Massal
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana mengusulkan kompensasi pembatasan BBM bersubsidi dialihkan untuk penyediaan transportasi massal.Menurut dia, kebijakan pembatasan yang menyebabkan pengalihan dari premium ke pertamax mengakibatkan biaya hidup masyarakat naik. “Jika kompensasi tidak diperuntukkan bagi perbaikan sarana transportasi massal, masyarakat tidak merasakan dampak langsung dari kebijakan pemerintah tersebut,” kata Triwisaksana kepada SINDOkemarin.
Politikus PKS ini mengungkapkan, jika penghematan anggaran dialihkan ke transportasi di Jabodetabek, dana tersebut dapat digunakan untuk menambah koridor baru beserta armada bus Transjakarta, memperbaiki integrasi antarmoda, meremajakan angkutan umum, dan memperbaiki sarana jalan.Hal ini harus dilakukan secara komprehensif dan tepat sasaran. “Perbaikan transportasi yang masif bukan hanya dengan mempersempit ruang gerak kendaraan pribadi,tapi juga perbaikan manajemen transportasi dengan meningkatkan kualitas pelayanan, kuantitas,insentif,dan penegakan hukumnya,”tegasnya.
Pengurus Harian Institut Studi Transportasi (Instran) Izzul Waro mengungkapkan, pembatasan BBM merupakan akibat kegagalan pemerintah menyediakan sarana dan prasarana umum seperti transportasi massal. Ketika pemerintah gagal menyediakan transportasi umum, masyarakat berusaha membeli kendaraan dan mengakibatkan lonjakan permintaan BBM.
“Sementara jika pemerintah menaikkan harga BBM, efeknya akan sangat luas.Secara politis,jika pemerintah menaikkan harga BBM, akan memberi poin buruk,” ungkapnya. Pihaknya juga sependapat jika pemerintah harus mengalokasikan kompensasi anggaran pembatasan BBM untuk perbaikan transportasi massal. Dengan demikian, masyarakat kembali menggunakan kendaraan umum.
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/370111/
No comments:
Post a Comment