Monday, November 7, 2011

PROYEKSI PENGEMBANGAN KEBUTUHAN WIRAUSAHA BARU DALAM RANGKA KESIAPAN MENUJU LIBERALISASI PERDAGANGAN DAN INVESTASI

PROYEKSI PENGEMBANGAN KEBUTUHAN WIRAUSAHA BARU DALAM RANGKA KESIAPAN MENUJU LIBERALISASI PERDAGANGAN DAN INVESTASI

REVIEW JURNAL

Nama Kelompok: 2eb09
Nuryana                                           25210226
Shinta Nur Amalia                            26210523
Yusuf  Fadillah                                  28210800
Yoga Wicaksana                               28210647
Crishadi Juliantoro                            21210630

PROYEKSI PENGEMBANGAN KEBUTUHAN WIRAUSAHA BARU
DALAM RANGKA KESIAPAN
MENUJU LIBERALISASI PERDAGANGAN DAN INVESTASI
ABSTRAK:
Kelompok kami mengkaji Penelitian ini bertujuan untuk menyusun proyeksi pengusaha baru di Indonesia tahun2004-2009, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pengusaha baru, dan mengetahui karakteristik dari pengusaha melakukan kegiatan usaha skala kecil. Penelitian ini dilakukan oleh menggunakan metode survei di 15 (lima belas) provinsi, yaitu Sumatera Utara, Riau,Selatan
Sumatera, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa dari
Barat Selatan-Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan,
dan Papua. Obyek penelitian adalah faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pengusahabaru,
proyeksi jumlah pengusaha up baru [dari], tahun 2004-2009 dan karakteristik
pengusaha skala UKM di berbagai sektor bisnis. Pemilihan sampel
dilakukan dengan sampling cluster berdasarkan sektor usaha. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa:

1)      Proyeksi meringkas pengusaha baru untuk tahun 2004-2009menunjukkan bahwa
dalam kurun waktu lima tahun sampai jumlah peningkatan pengusaha baru tentang Unit5.187.527
skala kecil dan 17,226 unit skala menengah
2)       sektor bisnis yang paling potensial untuk
pengusaha baru dengan skala kecil perdagangan, hotel dan restoran, transportasi
dan komunikasi, dan pertanian, peternakan, kehutanan, perkebunan, dan perikanan;
3)       sektor bisnis yang paling potensial untuk mengembangkan wirausaha baru denganskala menengah
keuangan, sewa dan jasa perusahaan, perdagangan, hotel, dan restoran, dan juga
industri pengolahan
4)       faktor yang mempengaruhi untuk memperluas pengusaha baru
karakteristik usaha pengusaha (usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan; legalitas
entitas, modal, target pemasaran, dan tenaga kerja); budaya dan juga karakteristik dari
pengusaha baru (memotivasi untuk mencoba; resistensi peluncuran keluar; dukunganditerima; dan peran pemerintah).
Pendahuluan:
1.1 Latar Belakang

Krisis ekonomi telah mengakibatkan pelaku usaha di Indonesia tertinggal 5-7 tahun dibandingkan dengan pelaku usaha negara lain. Kondisi ini mengakibatkan daya saing ekonomi nasional mengalami penurunan peringkat secara sangat signifikan. Hal ini disebabkan jumlah wirausaha di sektor industri pengolahan dan sektor usaha yang berbasis pengetahuan relatif masih sangat kurang, apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia.
Dalam rangka mengembangkan wirausaha baru yang berbasis pengetahuan dan teknologi, diperlukan pengembangan kewirausahaan terutama pada sektor ekonomi yang propspektif, perekayasaan budaya masyarakat yang mendukung kewirausahaan, penciptaan lingkungan usaha kondusif, dan dukungan perkuatan bagi lahirnya wirausaha baru yang berbasis pengetahuan dan teknologi. Kajian ini berupaya memetakan proyeksi jumlah wirausaha baru di setiap sektor ekonomi, termasuk di dalamnya upaya penumbuhannya.

1.2 Perumusan Masalah
Pokok masalah yang menjadi fokus kajian ini adalah seberapa banyak jumlah
wiausaha baru dapat dilahirkan dan bagaimana wirausaha lama dapat dikembangkan
agar dapat bersaing secara global.

1.3 Tujuan dan Manfaat
Kajian ini bertujuan untuk :
a. Menyusun proyeksi wirausaha Baru di Indonesia tahun 2004-2009;
b. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penumbuhan wirausaha
baru;
c. Mengetahui karakteristik wirausaha yang melakukan kegiatan usaha skala
kecil.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan dalam kebijakan
pemberdayaan UKM, khususnya yang berkaitan dengan penumbuhan wirausaha baru.

Kerangka Pemikiran

2.1. Tinjauan Pustaka
Kewirausahaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan bisnis. Sedangkan wirausahawan adalah seseorang pengusaha yang jeli, ulet, hati-hati, dan terampil dalam menjalankan serta mengembangkan usahanya (Kao, 1989). Di sisi lain, Timmons (1978) memandang kewirausahaan sebagai tindakan kreatif atau suatu kemampuan melihat dan memanfaatkan peluang, bahkan pada saat semua orang tidak melihat adanya peluang. Dengan demikian, kewirausahaan adalah kesatuan terpadu dari semangat, nilai-nilai, prinsip, sikap, kiat, seni, dan tindakan nyata yang sangat perlu, tepat, dan unggul dalam menangani dan mengembangkan perusahaan atau kegiatan lain, yang mengarah pada pelayanan terbaik kepada pelanggan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan, termasuk masyarakat, bangsa, dan negara.
Pengembangan kewirausahaan terkait erat dengan pengembangan UKM, mengingat wirausaha yang ada dan yang berpotensi dilahirkan di Indonesia, umumnya akan melalui tahapan skalaUKM, sebelum menjadi usaha berskala besar dan skala global. UKM menjadi sangat penting bagi pembangunan ekonomi bekelanjutan dan untuk menjadi ekonomi yang modern/maju. Kewirausahaan juga penting untuk pertumbuhan investasi langsung dari luar, membangun jejaring produksi regional dan memberikan kontribusi kepada pertumbuhan domestik dan kawasan. Terdapat empat faktor yang perlu mendapat perhatian dalam pengembangan kewirausahaan, yaitu :
(1) akses terhadap modal,
(2) peran inovasi,
(3) pelatihankewirausahaan, dan
(4) peran pemerintah dalam menciptakan iklim berusaha yang kondusif bagi lahirnya                   wirausaha yang berdaya saing

Peran swasta untuk menumbuhkan wirausaha baru sangat penting, karena inkubator bisnis yang berhasil umumnya terdiri dari perusahaan swasta yang sukses. Perusahaan swasta yang sukses dapat bertindak sebagai mentor bagi pengusaha baru dalam kemampuan manajerial, keterampilan teknis, memberikan jaminan pasar, dan menjadi avalis bagi wirausaha baru dalam berhubungan dengan perbankan. Dengan demikian, segenap praktik terbaik pengembangan wirausaha memerlukan komitmen untuk melaksanakannya. Karena itu, perlu segera diwujudkan program aksi pada tingkat daerah berupa upaya menumbuhkan seorang wirausaha baru di tiap desa setiap bulannya (Noer Soetrisno, 2003).

2.2 Kerangka Pikir
Menyusun proyeksi jumlah wirausaha di Indonesia memerlukan keberanian yang
luar biasa, karena kompleksnya variabel penentu dan hampir semua aspek yang
berkaitan masih belum menentu (masih cair), seperti : kinerja ekonomi, motivasi dan
keberanian menanggung risiko, politik, sosial, budaya, dan hukum. Variabel yang relatif
dapat diproyeksikan secara akurat adalah jumlah penduduk. Hal ini terutama untuk
jangkauan waktu yang relatif panjang, yaitu sampai tahun 2020. Untuk kepentingan proyeksi ini dilakukan penyederhanaan,  permintaan terhadap produk yang dihasilkan wirausaha, sedang variabel penduduk menjadi input dari sisi pasokan wirausaha. Dengan pertimbangan belum ada teknik proyeksi jumlah wirausaha yang baku, maka proyeksi jumlah wirausaha dilakukan dengan berbagai pendekatan, antara lain :
(1) menggunakan model ekonometrik,
(2) pendekatan elastisitas,
(3) pendekatan input output,
(4) pendekatan ketenagakerjaan, dan
(5) pendekatan benchmarking rasio
pengusaha terhadap jumlah penduduk pada beberapa negara Adanya angggapan yang besar antara hasil pendekatan kelima dengan pendekatan lainnya merupakan indikasi perlunya upaya
Pendekatan jumlah wirausaha dilakukan dengan jumlah unit usaha pada setiap sektor. Kajian ini menggunakan asumsi bahwa setiap unit usaha dimiliki oleh seseorang wirausaha, demikian sebaliknya setiap wirausaha dianggap hanya memiliki satu unit usaha. Model yang disusun dalam kajian ini merupakan dekomposisi dari perekonomian Indonesia menjadi 9 sektor usaha. Hal yang sama juga diberlakukan terhadap variabel unit usaha. Pemilihan variabel bebas untuk setiap persamaan perilaku ditentukan berdasarkan uji signifikansi untuk setiap variabel bebas dengan jumlah unit usaha pada setiap sektor. Dalam model ini digunakan metode penduga Two Stage Least Square (2 SLS), agar hasil pendugaan parameter yang diperoleh menjadi lebih efisien dan tidak bias. Demikian pula untuk kondisi penggunaan data deret waktu (time series), yang dapat menimbulkan gangguan berupa adanya autokorelasi. Untuk mengatasi gangguan tersebut, digunakan metode Cohranne-Orcutt yang dapat mengubah bentuk persamaan menjadi autoregresif. Ada dua blok peubah yang digunakan dengan 17 persamaan stokastik, yaitu blok ekonomi sebanyak 8 persamaan dan blok unit usaha sebanyak 9 persamaan serta 3 persamaan identitas (deterministik).
Persamaan Identitas dimaksud adalah:
1. Y9t = GDPt . (Y1t+ Y2t + Y3t + Y4t + Y5t + Y6t + Y7t + Y8t )
2. Kt = 0,97 Kt-1 + CFt
3. Ut = U1t + U2t + U3t + U4t + U5t + U6t + U7t + U8t + U9t
Keterangan:
1. Y1t adalah nilai tambah bruto pada sektor usaha pertanian,
peternakan, kehutanan, perkebunan, dan perikanan;
2. Y2t adalah nilai tambah bruto pada sektor usaha pertambangan dan
penggalian;
3. Y3t adalah nilai tambah bruto pada sektor usaha industri pengolahan;
4. Y4t adalah nilai tambah bruto pada sektor usaha listrik, gas dan air
bersih;
5. Y5t adalah nilai tambah bruto pada sektor usaha bangunan;
6. Y6t adalah nilai tambah bruto pada sektor usaha perdagangan, hotel
dan restaurant;
7. Y7t adalah nilai tambah bruto pada sektor usaha pengangkutan dan
8. Y8t adalah nilai tambah bruto pada sektor usaha keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan;
9. Y9t adalah nilai tambah bruto pada sektor usaha usaha jasa-jasa;
10. GDPt adalahProduk domestik bruto Indonesia;
11. Ext adalah nilai ekspor barang dan jasa;
12. Kt adalah stok kapital;
13. CFt adalah investasi fisik/pembentukan modal tetap bruto;
14. U1t adalah jumlah unit usaha di sektor pertanian, peternakan,
kehutanan dan perikanan;
15. U2t adalah jumlah unit usaha di sektor pertambangan dan penggalian;
16. U3t adalah jumlah unit usaha di sektor industri pengolahan;
17. U4t adalah jumlah unit usaha di sektor listrik, gas dan air bersih;
18. U5t adalah jumlah unit usaha di sektor bangunan;
19. U6t adalah jumlah unit usaha di sektor perdagangan, hotel dan
restoran;
20. U7t adalah jumlah unit usaha di sektor pengangkutan dan
komunikasi;
21. U8t adalah jumlah unit usaha di sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan;
22. U9t adalah jumlah unit usaha di sektor jasa-jasa;
23. Ut adalah total unit usaha di Indonesia

III. METODE KAJIAN

3.1 Lokasi dan Objek Kajian
Kegiatan kajian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode survai di 15 (lima belas) provinsi, yaitu Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat,, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Papua. Objek kajian adalah faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah wirausaha baru dan proyeksi jumlah wirausaha baru 2004-2009. Untuk memperkuat hasil kajian ini, juga dilakukan inventarisasi berbagai karakteristik wirausaha skala UKM di berbagai sektor usaha.

3.2 Penarikan Sampel
Untuk memperoleh data dan informasi melalui survai, penarikan sampel UKM dilakukan dengan cluster sampling berdasarkan sektor usaha.

3.3 Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara dengan bantuan kuesioner yang telah disusun. Responden yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah pemilik perusahaan. Untuk melengkapi bahan analisis dilakukan wawancara terhadap pembina UKM dan kelompok pakar, serta menggunakan data sekunder yang bersumber dari instansi terkait, terutama BPS.

3.4 Model Analisis
Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Model ekonometrik digunakan untuk membuat proyeksi wirausaha baru
menurut sektor usaha;
b. Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk karakteristik wirausaha yang
melakukan kegiatan usaha skala kecil.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proyeksi Wirausaha Baru
Hasil proyeksi wirausaha baru skala kecil menurut sektor usaha dengan menggunakan pendekatan ekonometrik berdasarkan unit usaha disajikan pada tabel
1 . Dari tabel 1 tersebut terlihat bahwa proyeksi jumlah unit usaha kecil mengalami pertumbuhan pada seluruh sektor. Rata-rata pertumbuhan jumlah unit usaha pada peroide tahun 2004-2009 adalah sebesar 2,11 persen, dengan rata-rata pertumbuhan tertinggi dicapai sektor 8 sebesar 13,65 persen, kemudian diikuti sektor 4 sebesar 7,72 persen dan sektor 7 sebesar 7,56 persen. Sedangkan sektor dengan rata-rata pertumbuhan terendah adalah sektor 1 sebesar 0,72 persen, kemudian diikuti sektor 2 sebesar 2,80 persen dan sektor 5 sebesar 2,86 persen. pertumbuhan terendah adalah sektor 1 sebesar 0,72 persen, kemudian diikuti sektor 2 sebesar 2,80 persen dan sektor 5 sebesar 2,86 persen.

Sumber : Data BPS (Diolah)        
Keterangan : 1 = Pertanian, peternakan, kehutanan, perkebunan, dan perikanan
2 = Pertambangan dan penggalian
3 = Industri pengolahan
4 = Listrik, gas, dan air bersih
5 = Bangunan
6 = Perdagangan, hotel, dan restoran
7 = Pengangkutan dan komunikasi
8 = Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan
9 = Jasa-jasa
















JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006


4.2 Penyesuaian Proyeksi Wirausaha Baru
Proyeksi wirausaha baru dengan menggunakan model ekonometrik, sebagaimana
disajikan di atas, memerlukan penyesuaian agar diperoleh hasil proyeksi yang lebih
akurat. Penyesuaian tersebut dilakukan dengan menggunakan Mean Percentage Error
(MPE), yang secara matematis dirumuskan sebagai berikut :
(Yt . Ý)
MPE = å ------------------ : n
Ýt
Hasil perhitungan MPE menunjukkan bahwa secara umum estimasi yang
dihasilkan dapat digunakan karena nilai MPE yang kecil, kecuali untuk sektor tertentu.
MPE pada usaha kecil untuk sektor 7 dan 9 relatif besar, sehingga hasil proyeksi akan
bias karena akan terjadi perbedaan yang relatif besar antara hasil estimasi dengan
kondisi aktual. MPE yang relatif besar untuk usaha menengah terjadi pada sektor 3
dan 7, pada usaha besar terjadi pada sektor 3, 4, 7, dan 9; sedangkan pada proyeksi
total terjadi pada sektor 3,4,6,7, dan 9. Hal ini menunjukkan bahwa MPE yang relatif
tinggi memberikan indikasi harus dilakukan penyesuaian agar diperoleh hasil proyeksi
yang lebih akurat. Penyesuaian model ekonometrik dalam kajian ini dilakukan dengan
pendekatan interval estimate dan point estimate. Interval estimate digunakan untuk
memperoleh dua jenis estimasi, yaitu estimasi pesimis dan estimasi optimis.
Sedangkan point estimate digunakan untuk memperoleh estimasi moderat.

 KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil dan pembahsan yang disajikan pada uraian di muka, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Model ekonometrik merupakan pendekatan yang representatif dalam
menyusun proyeksi jumlah wirausaha di Indonesia, namun belum mampu
memberikan proyeksi yang akurat untuk sektor listrik, gas, dan air bersih;
sektor pengangkutan dan komunikasi; dan sektor jasa-jasa karena MPEnya
masih relatif besar.
2. Hasil proyeksi jumlah wirausaha baru untuk tahun 2004-2009 menunjukkan
bahwa dalam kurun waktu lima tahun tersebut jumlah wirausaha baru
bertambah sekitar 5.187.527 unit usaha kecil dan 17.226 unit usaha
menengah.
3. Sektor usaha yang paling potensial untuk mengembangakan wirausaha baru
dengan skala kecil adalah usaha perdagangan, hotel dan restoran;
pengangkutan dan komunikasi; dan pertanian, peternakan, kehutanan,
perkebunan, dan perikanan.
4. Sektor usaha yang paling potensial untuk mengembangkan wirausaha baru
dengan skala menengah adalah keuangan, persewaan dan jasa perusahaan;
perdagangan, hotel, dan restoran; dan industri pengolahan.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya wirausaha baru adalah
karakteristik bisnis wirausaha (usia, gender, dan tingkat pendidikan; legalitas
usaha; permodalan; tujuan pemasaran; dan tenaga kerja); serta budaya
dan karakteristik wirausaha baru (motivasi berusaha; hambatan memulai usaha; dukungan yang diterima; dan peran pemerintah).
Berdasarkan hasil proyeksi jumlah wirausaha, hasil survai karakteristik UKM,
studi kepustakaan, dan analisis yang relevan dengan berbagai aspek yang terkait
pengembangan wirausaha baru, terutama yang mempunyai implikasi terhadap
kebijakan pemberdayaan UKM

DAFTAR PUSTAKA
Harvie, Charles and Tran Van Hoa. 2003. New Asian Regionalism : Responses to
Globalisation and Crises. Palgrave Macmillan.
Soetrisno, Noer. 2003. Kewirausahaan dalam Pengembangan UKM di Indonesia.
dalam Ekonomi Kerakyatan dalam Kancah Globalisasi. Deputi bidang
Pengkajian Sumberdaya UKMK Kementerian Negara Koperasi dan UKM.
Jakarta.
Agung Nur fajar. 1996. Model Pengembangan Kewirausahaan di Indonesia. Makalah
pada Seminar Dosen STEKPI. Jakarta.
Gnyawali, Devi R. and Daniel S. Fogel (1994). Environment for Enterpreneurship
Development : Key Dimension and Research Implications. Enterpreneurship :
Theory and Practice.
Kao, John (1989). Enterpreneurship, Creativity and Organization : Text, Cases and
Reading. Englewood Cliffs, Prentice Hall.
Kuratko and Hodgetts. 1995. Enterpreneurship : A Contemporary Approach. The
Dryden Press. New York.

PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN NON BANK UNTUK PEMBERDAYAAN UKM

PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN NON BANK UNTUK PEMBERDAYAAN UKM


REVIEW JURNAL

Nama Kelompok: 2eb09
Nuryana                                           25210226
Shinta Nur Amalia                            26210523
Yusuf  Fadillah                                  28210800
Yoga Wicaksana                              28210647
Crishadi Juliantoro                           21210630

PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN NON BANK
UNTUK PEMBERDAYAAN UKM
ABSTRAK:
Dari pengembangan lembaga keuangan bank untuk pemberdayaan UKM kelompok kami mengkaji  Penelitian ini mengamati tentang betapa pentingnya institusi Bank Non Finansial (LKNB) untuk pengembangan kapasitas contribuded percepatan SMEA itu, khususnyayang untuk kebutuhan pembiayaan perdagangan. Lembaga bangking oleh spesifikasi BankTecnical masih sulit untuk mengakses SMEA di pinggiran kota dan juga di daerah pedesaan. Parisipationyang dan ascribel dari perusahaan pemerintah, milik negara (BUMN), perusahaan privat, LSM dan perguruan tinggi harus memiliki kontribusi terhadap pembangunan dan di bawahberbagai LKMN membungkuk untuk penguatan dari SMEA itu. Dengan cohesivenes dan keterlibatan dari atas substansi, ini adalah rekomendasi penelitian oleh pengembangan model pasangan atau kekompakan yang dapat arrage kekuasaan dalam memasok berbagai skim finanace
tipe dengan prosedur dan berbagai aturan yang digunakan untuk mengakses SMEA itu.


I.PENDAHULUAN                                                                                                             
1.1    Latar Belakang
           Ketika Indonesia dilanda krisis dimana pemerintahan Soeharto lengser pada saat itu sekitar pada tahun 1998, tentunya menjadi dampak buruk bagi pemerintahan Indonesia dan sekaligus perekonomian Indonesia. Perekonomian Indonesia menjadi memburuk dan turun drastis. Akibatnya terjadi demo dimana-mana yang pada akhirnya membuat presiden Soeharto mengakhiri jabatannya dan turun dari kekuasaan yang telah lama ia pegang selama 32 tahun lamanya.  Setelah turunnya presiden Soeharto, perekonomian Indonesia bukannya malah membaik tetapi menjadi tambah buruk. Seperti halnya usaha-usaha besar yang dipertahankan sejak dulu serta dibangga-banggakan oleh pemerintah menghadapi posisi terburuknya. Jatuhnya usaha-usaha besar itu yang harus ditutup hingga pada akhirnya gulung tikar/bangkrut. Hal itu jelas memberikan beban berat bagi negara, bangsa dan khususnya rakyat Indonesia.
           Namun, berbanding terbalik dengan Usaha kecil dan Koperasi yang tadinya hanya dipandang sebelah mata, kini bisa menunjukkan bahwa keberadaannya juga dibutuhkan dan mampu bertahan bahkan semakin berkembang pada waktu itu. Maka untuk itu perlu penanganan, pembinaan serta pengembangan usaha kecil dan koperasi akan kebutuhan dan masalah yang timbul dari keduanya pada waktu itu semakin digalakkan agar dapat meningkatkan daya tumbuh dan daya saing yang kuat.
Akibat krisis moneter itu yang tiada hentinya, tidak hanya memberikan dampak terburuk bagi ekonomi Indonesia, juga memberikan dampak lainnya seperti banyaknya pegawai yang diPHK dan jumlah pengangguran meningkat. Sehingga tidak hanya para laki-laki yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya, pendidikan anak-anaknya serta kesehatan keluarganya, terpaksa para wanita ikut pula membantu suami mereka untuk berkecimpung dibidang usaha, yang tadinya mereka hanya sebagai ibu rumah tangga saja.
           Bukan sembarang wanita yang mampu berperan aktif dalam dunia usaha, melainkan wanita yang berpotensial dan mempunyai kompetensi, kemandirian dan kemampuan dalam berusaha guna membantu ekonomi keluarganya. Bisa dikatakan dari judul diatas yaitu “wanita dan pengembangan usaha” mengarah pada upaya untuk memulihkan ekonomi Indonesia menjadi stabil serta meningkatkan peran wanita yang besar dalam Usaha Kecil Menengah (UKM) dan koperasi tersebut. Dan tentunya hal itu masih harus dan terus ditingkatkan akan kualitas dan professional seorang wanita dalam UKM dan koperasi tersebut dengan cara meningkatkan kemampuannya dan menggali terus keterampilan yang dimilikinya.
                                                                                                             
1.2    Perumusan Masalah
           Masalah yang didapati dari studi ini bahwa Wanita juga memiliki kelebihan didalam dirinya. Seperti sifat keuletan, etos kerja yang tinggi. Akan tetapi wanita juga memiliki kelemahan dibalik kelebihan-kelebihan itu yang dapat menghambat peran serta partisipasi wanita didalam perekonomian Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya penelitian atau studi lebih dalam lagi untuk bisa menggambarkan kemampuan dan perannya wanita dalam pengembangan usaha kecil tersebut. Seperti halnya bagaimana kompetensi yang dimiliki para wanita dan perannya dalam kegiatan bidang usaha yang digelutinya, mengapa mereka bisa berhasil pada jenis usaha tertentu dan mengapa gagal dalam bidang usaha lainnya, dan apa-apa saja kelebihan dan kelemahan yang dimiliki wanita itu dalam mengembangkan usahanya tersebut serta apa saja kemungkinan dalam mengembangkan kemampuan wanita berikut perannya dalam mengembangkan dan memajukan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi.

1.3    Tujuan dan Manfaat
           Tujuan dari pada studi peran serta wanita dalam pengembangan usaha kecil menengah dan koperasi yaitu antara lain :
1.      Menganalisis kemampuan dan peran serta wanita dalam pengembangan UKMK(Usaha Kecil Menengah dan Koperasi)
2.      Mengidentifikasi faktor pendorong dan penghambat peranserta wanita dalam pengembangan UKMK
3.      Memperoleh alternatif-alternatif dalam peningkatakn kemampuan dan peranserta wanita dalam pengembangan UKMK.

II. KERANGKA PEMIKIRAN

Pada tahun 1999 GBHN mengamanatkan bahwa perlunya meningkatkan peranan serta kedudukan perempuan didalam kahidupan berbangsa dan bernegara, untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam berbagai bidang pembangunan baik dipusat maupun di daerah dengan cara melalui kebijakan nasional. Seiring dengan berjalannya amanat GBHN tersebut, peran wanita juga perlu ditingkatkan khususnya dalam pengembangan UKMK dan umumnya dibidang perekonomian Indonesia.
Untuk mengetahui peran dan kemampuan wanita dalam pengembangan UKMK dapat dibedakan menjadi 3 :
1.      Wanita sebagai pelaku UKMK
2.      Wanita sebagai pengelola UKMK, dan
3.      Wanita sebagai pembina, pendamping, dan motivator,diperlukan pengetahuan, kemampuan dan kompetensi kewirausahaan didalam peran tersebut.
Sebagai padanan kata Interpreneur, Sebelumnya istilah Wiraswasta lebih sering dipakai dibanding Wirausaha. Berasal dari Wira berarti utama, gagah, luhur berani, teladan atau pejuang, dan swa berarti sendiri dan taberarti berdiri, sehingga swasta berarti beriri atas kemampuan sendiri. Dengan demikian wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai sifat/jiwa kewirausahaan/kewiraswastaan, yakni berani mengambil resiko, keutamaan, kreativitas, keteladanan dalam menjalani usaha dengan berpijak pada kemampuan dan kemauan sendiri. Sejak dulu wanita sudah terjun dalam dunia Niaga, misalnya wanita-wanita didaerah-daerah di Indonesia contohnya di Solo telah membantu ekonomi keluarga, bahkan sebagai tulang punggung ekonomi keluarga dari usaha batik yang mereka kelola.
Sebagaimana seperti apa yang telah disebutkan oleh Lyle M. Spencer dan Signe Spencer dalam bukunya " Competence at work : Models for superior performance 1993" bahwa Kompetensi bisa diartikan sebagai karakter mendasar dari seseorang yang menyebabkan ia sanggup menunjukkan kinerja yang efektif atau superior didalam suatu pekerjaan atau karakter yang memberikan konstribusi terhdap kinerja yang menonjol dalam suatu pekerjaan. Berarti kompetensi merupakan fakto-faktor mendasar yang dimiliki seorang best/superior performance (berprestasi secara menopnjol) yang membuatnya berbeda dengan average Performance (berprestasi secarar rata- rata). Kompetensi menakup yang jauh lebih komprehensif yang terdiri dari keterampilan, motif, sifat, citra diri, peran sosial, pengetahuan.
Dalam studi ini, untuk mengetahui kompetensi wanita pelaku usaha koperasi dan UKM, kita dapat melihat dari penam[pilan personal si pemilik koperasi/usaha dari alasan ia bergelut dikopersi-UKM,pemanfaatan tekhnologi, pemikirannya terhadap disversifikasi usaha, hubungan kerja dengan anak buah dan mitra usaha guna melihat motif, pengetahuan, keterampilan, inter personal dan peran sosial. Aspek kepemimpinan (sistem pengambilan keputuan, hubungan kerja dengan bawahan/sejawat), melihat citra diri seperti kejujuran dan tanggung jawab ,keterbukaan, kepedulian, respek dan disiplin. Serta sifat/kompetensi yang seharusnya dimiliki seorang pelaku usaha/pimpinan, yaitu ulet, berani, kreatif, proaktif dalam mengantisipasi perubahan, berjiwa besar, berpikir positif, percaya diri, introvert atau ekstrovert.
Untuk mengetahui hasil usahanya dilihat dari kinerja koperasi/UKM, baik kinerja kelembagaan maupun usahanya. Apabila  faktor luar dianggap tidak berpengaruh, maka jika pelaku usaha memiliki kompetensi usaha maka kinerja usahanya akan baik. Kita perlu mencari faktor-faktor dominan yang dimiliki wanita sebagai penyebab wanita berhasil dan kelemaha- kelemahan yang akan menjadi penghambat keberhasilannya. Dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam mengelola usaha. Dan dibutuhkan peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk peningkatan kemampuan wanita.
                                    
III. METODE PENELITIAN
           


1.  Lokasi
Studi ini dilaksanakan di 5 Provinsi, yaitu : Sumatera Barat, Jawa Bara, Jawa Timur, Sulawesi Selatan Dan Kalimantan Barat.

2.  Metode Penelitian dan Analisis Data

a.       Metode Studi
Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode Survey, tetapi berbeda dengan penelitian konvensional, pada umumnya metodologi studi perempuan dan pada khususnya penelitian yang perspektif gender .Yang merupakan penelitian aksi participatory "untuk" perem[puan (bukan penelitian "tentang perepuan").
(Duelli Klein, 1983), penelitian untuk perempuan adalah penalitian yang mencakup kebutuhan, minat, pengalaman perempuan ,sebagai instrument untuk meningkatkan status kehidupan dan kesejahteraannya.
Oleh karena itu, dibutuhkan perubahan sebagai berikut :
a)      Perubahan obyek menjadi subjek penelitian
b)      Topik penelitian, harus berawal dari isu actual yang ditemukan di lapangan (grounded research)
c)      Alur penelitian dari bawah ke atas
d)      Penelitian kualitatif, akomodatif antara peneliti dengan responden yang diteliti. Untuk bekerja sama, saling menghormati, saling bergantung dan saling membantu. Metode yang banyak dikembangkan adalah observasi partisipasi
e)      Penempatan pengalaman pribadi sebagai suatu material.
           
Teknik pengumpulan data primer dengan cara pengamatan dan diskusi, pengamatan
langsung di lapangan, kuisioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka, Dinas Koperasi dan UKM serta Instansi tingkat provinsi maupun Kabupaten berupa publikasi, dokumen dan laporan kegiatan.  
b. Penetapan Sampel dan Responden
Penetapan kelompok usaha bersama wanita ( KUB ), pelaku usaha wanita diberbagai jenis usaha, asosiasi pengusaha wanita, pembina/pendamping usaha, koperasi wanita atau kopersai lainnya yang pengelolanya sebagian besar wanita sebagai sample maupunrespondennya dilakukan secara sengaja (purposive sampling method).

c.        Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan data dilaksanakan dengan cara tabulasi dan analisa data dilakukan secara dickriftif reflektif.

3. Ruang Lingkup
            Aspek yang menjadi focus dalam penelitian ini adalah
·         Identifikasi kompetensi wanita dalam pengembangan usaha atau kewirausahaan, yang terdiri dari motif, sifat, citra diri, peran sosial, pengetahuan, keterampilan.
·         Identifikasi peran serta wanita dalam berbagai kegiatan usaha dari berbagai sektor usaha, kelompok usaha bersama (KUB), koperasi wanita atau kaoperasi lainnya yang pengelolanya sebagian besar wanita
·         Identifikasi kinerja KUB wanita, kegiatan usaha wanita di berbagai jenis usaha,sosiasi uaha, pendampingan usaha, kopersi wanita atau koperasi lainnya yang pengelolanya sebagian besar wanita
·         Identifikasi faktor pendorong dan penghambat peran serta wanita dalam pengembangan kegiatan usaha

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
                              
1. Kinerja Kelembagaan dan Usaha Koperasi Sampel
            9 dari 10 koperasi sampel yang telah dilakukan di 5 Provinsi lokasi studi, hampir semua koperasi wanita, dan hanya satu koperasi jenis lainnya yaitu KSU (tabel 1). Kegiatan usaha pokok koperasi sampel adalah simpan pinjam, sedang kegiatan usaha lain yang ditangani antara lain KCK, toko/waserda, kantin/catering, wartel/kiospon, kredit barang dan konveksi. Pengurus Koperasi sample berjumlah 3-6 orang, 5 koperasi (50%) telah memiliki manager dengan pendidikan SLTA (3 kop: k1,k2 Jabar dan K1 Sulsel), dan S1 (2 Kopwan Jatim). Dari tenaga kerja (TK) yang dimiliki,4 koperasi hanya menggunakan 1-3 orang tenaga kerja,2 koperasi agak besar yaitu menggunakan 6-9 orang tenaga kerja,dan 2 koperasi termasuk besar yaitu Kopwan Jatim dengan 66 orang tenaga kerja (K1) dan 94 orang (k2).
            Dilihat dari jumlah anggota, 2 Koperasi contoh dapat dikategorikan koperasi kecil, dengan jumlah anggota 60 dan 66 orang, kategori koperasi sedang 2 koperasi dengan anggota 129,  dan 136 orang, 2 koperasi agak besar dengan anggota 218 dan 342 orang, 1 koperasi termasuk besar dengan anggota 518 orang, dan 3 koperasi termasuk sangat besar dengan anggota 1121 orang (K1 Sulsel) , 6349 orang ( K1 Jatim ) dan 9177 orang ( K2 Jatim).
            Sedang dari perkembangan anggotanya, perkembangan anggota paling rendah K2 Jabar yaitu menurun 37,5 % dan perkembangan paling tinggi adalah K2 Sumbar 34,69 % dan K1 Jatim 35,67 %.

Berikut ini adalah hasil penjelasan diatas dalam bentuk tabel.







TABEL KINERJA DAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN KOPERASI SAMPEL
TAHUN 1999-2000



TABEL KINERJA USAHA KOPERASI SAMPEL TAHUN 2000 DAN PERKEMBANGANNYA PADA TAHUN 1999-2000

                Kinerja usaha 10 koperasi contoh cukup beragam (tabel 2), modal sendiri (MS) pada tahun 2000 dari paling rendah sebesar RP 3 juta (K1 Kalbar), dan paling tinggi Rp 7,5 M (K2 Jatim), dua koperasi yang memiliki MS antara 500 juta sampai hamper 1 M yaitu K1 Jatim adalah Rp 947,8 juta dan K1 Sulsel Rp 547,34 juta. Dengan demikian bila dilihat niai MS pada tahun 1999-2000, peningkatan paling tinggi adalah K2 Kalbar dan K1 Jatim (51,98% dan 46,36%).
                                                    
2. Kinerja UKM contoh di lima Propinsi
            Usaha kecil wanita yang menjadi sampel dalam penelitian ini 22 UK (Tabel 3 dan 4) yaitu Jatim 2 UK, Jabar 6 UK, Kalbar 3 UK, dua diantaranya adalah KUB, Sumsel 7 UK ,  2 KUB dan Sumbar 2 UK dan Sumbar 4 UK, kebanyakan UKM contoh telah memulai usahanya sejak tahun 90an atau berumur 5-10 tahun yaitu sebanyak 16 UK, tahun 1980an atau berumur 15-20 tahun 5 UK dan satu UK telah berumur 30 tahun.
            Dilihat dari pendidikan pelaku usaha, sebagian besar (95,45%) pendidikannya setingkat SLTP dan SLTA, hanya satu (4,55%) contoh pelaku usaha yang pendidikannya S1. Curahan waktu yang digunakan untuk mengelola usaha sekitar 4 sampai 10 jam. Dalam hal penyerapan tenaga kerja, karena UK sampel ini kebanyakan adalah industri atau usaha rumah tangga, penyerapan tenaga kerja relatif masih kecil yaitu sekitar 2 sampai 15 orang, adapun 4 UKM yang memiliki 50 dan 60 tenaga kerja sebernarnya mereka adalah anggota kelompok.
            Untuk menjlankan usahanya, dari 22 UK sampel hanya 12orang (54,54%) yang telah memanfaatkan modal luar atau pinjaman untuk menjalankan usahanya, selebihnya (45,46%) menggunakan modal swadaya. Modal swadaya yang digunakan sangat bervariasi mulai dari Rp 5 juta sampai yang paling tinggi Rp 385 juta. Omset yang dicapai pun sangat bervariasi dari RP 80 juta per tahun sampai RP 500 juta per tahun dengan catatan ada 8 UK tidak dapat memberikan nilai omset yang dicapai, karena UKM belum melakukan pembukuan secara baik. Kegiatan usaha UK sampel kinerjanya dapat dikatakan cukup baik dan masih prospektif karena margin yang diperoleh rata-rata 25,72% dengan margin tertinggi mencapai 60% dan margin terendah 10%.

Berikut ini adalah contoh diatas dalam bentuk tabel, seperti dibawah ini

TABEL KINERJA KELEMBAGAAN UKM SAMPEL 


TABEL KINERJA USAHA UKM SAMPEL

                                   
3. Keberhasilan dan Kegagalan Wanita Sebagai Pelaku Usaha
            Keberhasilan wanita itu dikarenakan oleh kelebihan-kelebihan yang dimiliki wanita dari faktor dominan diantaranya: telaten, jujur, ulet, sabar, teliti, cermat, serius, tekun, berani dalam mengambil keputusan, tangguh, tidak mudah menyerah, memiliki jiwa berbisnis/wira usaha, berkemauan keras, mempunyai semangat, terbuka, bekerja dengan ikhlas, tidak egois, disiplin dalam mengelola keuangan, menjaga nama baik. Dimana kelebihan – kelebihan itu selalu dikembangkan dan dijaga.
            Sebaliknya wanita juga memiliki kelemahan-kelemahan yang dapat menyebabkan kegagalan sebagai pelaku usaha antara lain: tidak berani dalam mengambil keputusan, memanfaatkan kesempatan untuk kepentingan pribadi, kurang percaya diri, berwawasan sempit, terlalu berambisi sama usahanya sehingga tidak dapat menanganinya, memiliki waktu yang sedikit dikarenakan sibuk dengan urusan keluarga, memiliki emosi yang tinggi, tidak bisa membagi waktu. Dimana kelemahan–kelemahan itu hendaknya diminimalisis.

4. Permasalahan Yang Dihadapi dan Kiat Yang Dilakukan Koperasi atau UKM Dalam
      Pengembangan Usahanya
            Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh koperasi/UKM maupun UKMK wanita dapat mempengaruhi kinerjanya dan perlu dicarikan pemecahan masalahnya. Permasalahan–permasalahannya yaitu: kurangnya modal, lemahnya SDM, kurang prasarana & sarana, sulitnya akses ke perbankan, kurang menguasai pasar, kurangnya menguasai penggunaan teknologi. Perlu juga dicarikan jalan keluar secara terpadu dari permasalahan-permasalahan tersebut.

5. Alasan Mengapa Wanita Berkiprah Di Koperasi atau UKM
            Mengapa wanita melakukan usaha, alasannya yaitu untuk menentukan apa yang ingin dicapai, tujuan apa yang ingin tercapai, dan produk apa yang ingin dihasilkan. Dari 32 responden wanita pelaku usaha menyatakan yang ingin mengurangi pengangguran ada 31 orang (96,88%), ada 10 orang (31,35%) yang ingin meringankan beban keluarga, lalu yang ingin merubah nasib ada 8 orang (25%), ada juga yang ingin menjadi diri sendiri 5 orang (15,12%), sebanyak 3 orang (31,35%) ingin mengembangkan bakat seseorang agar berguna bagi orang lain & meningkatkan kesejahteraan anggota koperasi, serta hanya 1 orang yang menjawab ingin kaya. Banyaknya wanita melakukan usaha dikarenakan ingin mengurangi pengangguran. Itu menunjukkan adanya kesadaran dari wanita, semakin meningkatnya tingkat pengangguran dan juga menciptakan suatu pekerjaan bagi mereka yang masih menganggur.


                                   
6. Pemanfaatan Teknologi dan Pemikiran Diversifikasi Usaha
            Dengan adanya teknologi sangat membantu dalam pengembangan usaha, baik pada peningkatan kualitas maupun kuantitas. Karena dengan adanya teknologi ini pekerjaan berjalan secara otomatis yang akan mempersingkat waktu pekerjaan, dapat menenkan biaya, dan dapat meningkatkan kualitas produk. Dari 32 responden tentang pemanfaatan teknologi ternyata ada 24 orang (75%) menggunakan teknologi, selebihnya 8 orang (25%) tidak memanfaatkan teknologi.
            Responden telah memanfaatkan teknologi antara lain computer yang dipergunakan untuk usaha simpan pinjam, wartel, mesin jahit, sarana angkutan, microwave, mesin photo copy, dan sebagainya. Sedangkan usaha yang belum memanfaatkan teknologi, karena memang kegiatan usahanya belum memerlukan teknologi modern walaupun sebenarnya ada juga sebagian yang membutuhkan. Namun mereka belum dapat mempergunakannya, karena faktor kendala keuangan sehingga teknologi tersebut belum dapat terjangkau.
            Pelaku usaha dengan optimisme dan kepercayaannya atas kemampuannya, ternyata dari 32 responden, ada 23 orang (71,85%) menyatakan selalu memikirkan tentang diversifikasi usaha, ada 7 orang (21,88%) menyatakan kadang-kadang, dan hanya 2 orang (6,25%) yang tidak pernah memikirkan tentang diversifikasi usaha. Yang akan dilakukan oleh pelaku usaha dalam diversifikasi usaha yaitu K1 Sulsel ingin membantu kelompok-kelompok yang dibinanya memasarkan produk hasil kerajinannya, dan UK ingin memanfaatkan bahan baku yang terdapat diwilayahnya, membuka unit–unit usaha baru pasti disesuaikan dengan keterampilan dan kemampuan yang dimilikinya. Pemikiran terhadap diversifikasi usaha mungkin disebabkan karena usaha yang dijalananinnya sudah jenuh.

7. Hubungan Kerja Antara Pimpinan/Pelaku Usaha Dengan Bawahan/Sejawat dan Mitra             
      Usaha
            Hubungan kerja antara pimpinan/pelaku usaha dengan anak buah/staf/manajer atau dengan sejawat seperti dalam koperasi dengan Badan Pengawas hampir seluruhnya: 28 orang (87,5%) menyatakan tidak ada kesulitan, ada 2 orang (6,25%) dan kadang-kadang 2 orang (6,25%) menyatakan ada kesulitan. Tidak adanya kesulitan dalam hubungan kerja dengan bawahan itu wajar, karena sampel  dalam penelitian ini koperasinya juga tidak terlalu besar.

 8. Kebutuhan  Peningkatan Pengetahuan dan Ketrampilan
            Dalam hal peningkatan pengetahuan, materi yang paling banyak diminati pelaku usaha wanita yaitu pemasaran dan bisnis 20 orang (62,5%), perilaku konsumen atau pelanggan 17 orang (53,12%), lingkungan strategis 15 responden, kemudian trend baru, hukum, dan hanya satu orang (3,12%)yang tertarik tentang laporan keuangan dan akuntansi.
Dalam hal peningkatan ketrampilan, yang banyak dibutuhkan oleh pelaku usaha wanita adalah mengenai peningkatan ketrampilan manajerial: 20 orang(62,5%), memasarkan produk: 17 orang (53,12%), penggunaan teknologi dan sumber daya masing-masing: 16 orang (50%), kemudian melakukan inovasi sesuai dengan kegiatan usahanya 15 orang (46,88%), dan memproduksi barang dan jasa: 12 orang(37,5%).

9. Persepsi Terhadap Citra Diri Dan Kompetensi Pelaku Usaha
            Dari 32 responden pimpinan atau pelaku usaha kecil dan pengurus koperasi wanita dijadikan sampel dalam penelitian ini, ternyata 23 orang (71,88%) kepemimpinannya bersifat partisipatif yaitu dalam mengambil keputusan meminta pendapat, masukan dan saran dari staf atau anak buah dan 9 orang (28,12%) kepemimpinan bersifat semi partisipatif yaitu dalam pengambilan keputusan mendengarkan pendapat, masukan dan saran dari staf atau anak buah meskipun keputusan tetap ditangani pimpinan sendiri.
            Penelitian terhadap citra diri pimpinan pelaku UKM dari pengurus koperasi yang terdiri dari kejujuran, tanggung jawab, keterbukaan,kepedulian, respek, dan disiplin, dari 32 responden yang dinilai, ternyata dalam hal kejujuran 22 orang (68,75%) dinilai baik, 2 orang (6,25%) dinilai sedang, selebihnya: 8 orang (25 %) dinilai kurang.
            Dalam hal tanggung jawab 28 orang (87,5%) dinilai baik, 4 orang (22,5%) dinilai sedang, dari segi keterbukaan 24 orang (75 %) dinilai baik, 7 orang (21,88%) dinilai sedang, dan 1 orang (3,12%) dinilai kurang. Dalam hal kepedulian 23 orang (71,88%) dinilai baik, 9 orang (39,13%) dinilai sedang, dalam hal respek 18 orang (25%) dinilai baik dan 14 orang (43,75%) dinilai sedang, dan dalam hal disiplin 22 orang (68,75%) dinilaibaik, 10 orang (31,25%) dinilai sedang. Dengan demikian hampir semua unsur citra diri pelaku usaha dinilai baik dan sedang.
                Dari kompetensinya, seluruhnya responen memiliki sifat ulet, yang memiliki sifat berani mengambil resiko 26 orang (81,25%), yang kreatif 23 orang (71,88%), yang proaktif menghadapi perubahan 21 orang (65,62%), yang memiliki jiwa besar 25 orang (78,12%), yang memiliki percaya diri tinggi 27 orang (84,38%), yang tegar atau tidak mudah putus asa 26 orang (81,25%), dan seluruhnya (100%) bersifat ekstrovet (terbuka). Dengan demikian dari 32 pelaku usaha wanita yang dinilai belum seluruhnya memiliki kompetensi yang seharusnya dimiliki seorang pelaku usaha atau wirausaha yaitu masih ada yang tidak berani mengambil resiko, tidak kreatif, tidak proaktif menghadapi perubahan, tidak berjiwa besar, kurang percaya diri, dan tidak tegar atau mudah putus asa.         

V. KESIMPULAN DAN SARAN           
1.      Didalam kegiatan UKM wanita berperan sebagai pemilik atau pelaku usaha, sebagai manager ataupun tenaga kerja. Sedangkan kegiatan koperasi wanita berperan sebagai anggota, pengurus, manajer, pendamping atau Pembina usaha. Peran serta wanita berbagai sektor, namun kelebihan-kelebihan yang dimiliki wanita seperti ulet, teliti, sabar, rasa tanggung jawab tinggi, tekun, disiplin, maka wanita berhasil dalam bidang keuangan, industri pengolahan, kerajinan .
2.      Koperasi yang dikelola wanita dikategorikan koperasi kecil, sedang, besar, dan sangat besar. Dapat dilihat jumlah anggota dan tenaga kerjanya, maupun kinerja usahanya hampir semuanya cukup baik. Dari penelitian ini Koperasi Wanita dapat dikategorikan sangat besar yaitu K1 Sulsel dengan anggota lebih 1000 orang (Rp 2,6 M), K1 Jatim dengan anggota lebih 6000 orang (Rp 6,5 M) dan K2 Jatim dengan anggota lebih 9000 orang (Rp 35,41).
3.      Koperas/UKM sampel ada permasalahan-permasalahan dalam mengembangkan usahanya. Seperti kurangnya modal, lemahnya SDM, kurang menguasai teknologi/pasar mempengaruhi kinerja usaha, sehingga permasalahan-permasalahan tersebut perlu dicarikan pemecahan secara terpadu.
4.      Hampir seluruh responden ingin memiliki lapangan usaha/mengurangi pengangguran sebagai motivasi (96,88% dari jumlah sampel).
5.      Sebanyak 87,8% responden wanita sebagai pelaku usaha, menyatakan tidak ada kesulitan menjalin hubungan kerja dengan anak buah. Ini menunjukan responden memiliki kemampuan peran sosial yang baik.
6.      Dari penilaian anak buah/Pembina tentang kepemimpinan, hubungan kerja, citra diri, dan kompetisinya. Ternyata 72,7% sampel wanita kepemimpinan bersifat partisipatif, 27,3% semi partisipatif, dan tidak bersifat otoriter. Dalam hal hubungan kerja dengan bawahan ternyata 15 orang (46,87% dari jumlah sampel dinilai bersifat terbuka), dan 23 orang (21,87% dari sampel mau mendelegasikan tugas pada anak buah dan tidak suka bekerja sendiri/ bersifat tertutup).
7.      Terdapat kesadaran dan kemauan yang tinggi dari wanita pelaku usaha untuk meningkatkan kemampuan ketrampilannya agar dapat meningkatkan usahanya, baik dalam bentuk pendidikan, pelatihan, magang, maupun studi banding. Materi peningkatan pengetahuan yang paling banyak diminati yaitu tentang bisnis 21 responden (65,62%), kemudian pemasaran, konsumen/pelanggan, dan lingkungan strategis, masing-masing diminati oleh 20,17, dan 16 responden atau masing-masing 62,5%; 53,12%; dan 50% dari sampel. Materi peningkatan ketrampilan yang paling banyak diminati adalah peningkatan ketrampilan manajerial 21 responden (65,5%), kemudian cara memanfaatkan teknologi, memanfaatkan sumberdaya, memasarkan produk masing-masing diminati oleh 17 responden atau 53,12%.
     Untuk mengatasi permasalahan sulitnya akses sumber-sumber permodalan, pemerintah dapat memberikan kemudahan di koperasi/UKM untuk memperoleh fasilitas kredit, konsep Modal Awal Padanan (MAP) dirintis oleh BPSKPKM mudah diakses koperasi/UKM untuk diperluas implementasinya.
     Guna meningkatkan kompetensi pelaku usaha meningkatkan usahanya dengan dilakukan peningkatan pengetahuan, ketrampilan dari pelaku usaha koperasi/UKM yang berupa diklat, magang, kursus ataupun perbandingan usaha, materinya sesuai dengan kegiatan dan kebutuhan usahanya.
      Adanya kebutuhan dalam pembinaan manajerial, pelayanan bisnis lainya seperti kerjasama dengan sumber bahan baku, informasi pasar, memudahkan akses sumber permodalan, implementasi LPB (Lembaga Pelayanan Bisnis) ataupun pendampingan dalam bisnis implementasinya diperluas untuk pelaku usaha wanita.

DAFTAR PUSTAKA

v  Anonim, Laporan Akhir Penelitian Peranan Wanita Dalam Pengembangan Koperasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Koperasi, Departemen Koperasi, 1991-1992;
v  Hesti, R.Wd. Penelitian Perspektif Gender dalam Analisis Gender Dalam Memahami Persoalan Perempuan, Jurnal Analisis Sosial Edisi IV Nopember 1996;
v  Hetifah, S. dkk, Strategi dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil,Seri Penelitian AKATIGA, Yayasan AKATIGA 1995;
v  Masykur Wiratmo, Pengantar Kewiraswastaan Kerangka Dasar Memasuki Dunia Bisnis, BPFE . UGM Yogyakarta, edisi Pertama;
v  Porter Michael E, .Competitive Advantage., The Free Press, 1985;
v  Siagian Salim dan Asfahani, Kewirausahaan Indonesia dengan Semangat 17-8-1945, Puslatkop. PK Depkop dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Jakarta;

v  Sumampaw, S.A. dkk, Ada Bersama Tradisi Seri Usaha Mikro Kecil, Swisscontact dan Limpad, 2000.