Ethical
Governance ( Etika Pemerintahan ) adalah Ajaran untuk berperilaku yang baik dan
benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat
manusia. Dalam Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ) terdapat juga masalah
kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya.
Kesusilaan adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Suara
hati manusia menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk,
tergantung pada kepribadian atau jati diri masing-masing. Manusia berbuat baik
atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya ( consience of man).
Etika
pemerintahan disebut selalu berkaitan dengan nilai-nilai keutamaan yang
berhubungan dengan hak-hak dasar warga negara selaku manusia sosial (mahluk
sosial). Nilai-nilai keutamaan yang dikembangkan dalam etika pemerintahan
adalah :
1.
Penghormatan terhadap hidup manusia dan HAM
lainnya.
2.
Kejujuran pada diri sendiri maupun terhadap
orang lainnya (Honesty).
3.
Keadilan dan kepantasan merupakan sikap yang
terutama harus diperlakukan terhadap orang lain.
4.
Kekuatan moralitas, ketabahan serta berani
karena benar terhadap godaan (Fortitude).
5.
Kesederhanaan dan pengendalian diri
(Temperance).
PENGERTIAN
GCG (Good Corporate Governance)
Menurut
Bank Dunia (World Bank) adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah
yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan
bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang
berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara
keseluruhan. Lembaga Corporate Governance di Malaysia yaitu Finance Committee
on Corporate Governance (FCCG) mendifinisikan corporate governance sebagai
proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan
aktivitas perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas
perusahaan.
Good
governance merupakan tuntutan yang terus menerus diajukan oleh publik dalam perjalanan
roda pemerintahan. Tuntutan tersebut merupakan hal yang wajar dan sudah
seharusnya direspon positif oleh aparatur penyelenggaraan pemerintahan. Good
governance mengandung dua arti yaitu :
1. Menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang
hidup dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara yang berhubungan
dengan nilai-nilai kepemimpinan. Good governance mengarah kepada asas demokrasi
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Pencapaian visi dan misi secara efektif
dan efisien. Mengacu kepada struktur dan kapabilitas pemerintahan serta
mekanisme sistem kestabilitas politik dan administrasi negara yang
bersangkutan.
Untuk
penyelenggaraan Good governance tersebut maka diperlukan etika pemerintahan.
Etika merupakan suatu ajaran yang berasal dari filsafat mencakup tiga hal yaitu
:
1.
Logika, mengenai tentang benar dan salah.
2.
Etika, mengenai tentang prilaku baik dan buruk.
3.
Estetika, mengenai tentang keindahan dan kejelekan.
PRINSIP-PRINSIP
GCG
Organization
for Economic Co-operation and Development (OECD) yang beranggotakan beberapa
negara antara lain, Amerika Serikat, Negara-negara Eropa (Austria, Belgia,
Denmark, Irlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Italia, Luxemburg, Belanda,
Norwegia, Polandia, Portugal, Swedia, Swis, Turki, Inggris) serta Negara-negara
Asia Pasific (Australia, Jepang, Korea, Selandia Baru) pada April 1998 telah
mengembangkan The OECD Principles of Corporate Governance. Prinsip-prinsip
corporate governance yang dikembangkan oleh OECD meliputi 5 (lima) hal yaitu :
1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang
saham (The Rights of shareholders)
2. Perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang
saham (The Equitable Treatment of Shareholders)
3. Peranan Stakeholders yang terkait dengan
perusahaan (The Role of Stakeholders).
4. Keterbukaan dan Transparansi (Disclosure
and Transparency).
5. Akuntabilitas Dewan Komisaris
PERANAN
ETIKA BISNIS DALAM PENERAPAN GCG
1.
Code of Corporate and Business Conduct
Kode
Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business
Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance
(GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk
melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang
dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam
budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan
perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan
“mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan.
Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk
kategori pelanggaran hukum.
2.
Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan
pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan
memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung
jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham
(shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya,
keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku
atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat
dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat
dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan kode
etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan,
antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of
interest). Terdapat 8 (delapan) hal yang termasuk kategori situasi benturan
kepentingan (conflict of interest) tertentu, sebagai berikut :
1. Segala konsultasi atau hubungan lain yang
signifikan dengan, atau berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas
pemasok, pelanggan atau pesaing (competitor).
2. Segala kepentingan pribadi yang
berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
3. Segala hubungan bisnis atas nama
perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan keluarga (family), atau
dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.
4. Segala posisi dimana karyawan &
pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh atau kontrol terhadap evaluasi hasil
pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada hubungan keluarga .
5. Segala penggunaan pribadi maupun berbagi
atas informasi rahasia perusahaan demi suatu keuntungan pribadi, seperti
anjuran untuk membeli atau menjual barang milik perusahaan atau produk, yang
didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
6. Segala penjualan pada atau pembelian dari
perusahaan yang menguntungkan pribadi.
7. Segala penerimaan dari keuntungan, dari
seseorang / organisasi / pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan.
8. Segala aktivitas yang terkait dengan
insider trading atas perusahaan yang telah go public, yang merugikan pihak lain.
Kemudian
bagaimana mewujudkan pemerintahan yang baik dan sehat atau yang biasa dikenal
secara popular/ luas dengan istilah Good Governance, yaitu :
·
Pemerintahan yang konstitusional
(Constitutional)
·
Pemerintahan yang legitimasi dalam proses
politik dan administrasinya (Legitimate)
·
Pemerintahan yang digerakkan sektor publik,
swasta dan masyarakat (Public, Private and Society Sector)
Pemerintahan
yang ditopang dengan prinsip – prinsip pemerintahan yaitu :
·
Prinsip Penegakkan Hukum,
·
Akuntabilitas
·
Demokratis
·
Responsif
·
Efektif dan Efisensi
·
Kepentingan Umum
·
Keterbukaan
·
Kepemimpinan Visoner dan
·
Rencana Strategis
Pemerintahan
yang menguatkan fungsi, seperti kebijakan publik (Public Policy), pelayanan
publik (Public Service), otonomi daerah (Local Authonomy), pembangunan
(Development), pemberdayaan masyarakat (Social Empowering) dan privatisasi
(Privatization)
Inti
dari Etika Pemerintahan adalah tentang bagaimana cara menggunakan kekuasaan,
"The Use of Power". Dan dalam menjalankan kekuasaan tersebut ada
nilai-nilai normatif yaitu :
1.
Nilai sopan santun
2.
Nilai hukum
3.
Nilai moral.
Jadi aparat pemerintahan (baik
itu pusat ataupun daerah), harus menggunakan kekuasaannya dengan etika yang
baik dan menjalankan kekuasaannya dengan nilai-nilai normatif tersebut untuk
mencapai tujuan pemerintahan yang baik dan sehat.
Contoh
Kasus dari Etika Governance
Perubahan
perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi
dunia semakin membaik. Di dalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan
menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh
demi pencapaian suatu tujuan. Perkembangan pesat teknologi setelah perang dunia
kedua memacu dunia bisnis di negara – negara kapitalis menjadi semakin dinamis,
tetapi sayangnya kurang disertai dengan pemikiran dan kesadaran moral para
pelakunya, sehingga menimbulkan skandal – skandal bisnis yang merugikan masyarakat,
seperti hancurnya enron dan Lehman Brothers. Oleh karena itu, sejak tahun 1970
– an, etika dalam dunia bisnis menjadi semakin sering dibicarakan dan dituntut
realisasinya. Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG (Good Corporate
Governance) diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan
jika tidak ingin mengalami hal sama dengan kasus Enron maupun Lehman Brothers.
Menurut hasil penelitian SWA (2005), PT Astra Internasional Tbk (AI) merupakan
salah satu perusahaan publik yang telah menerapkan tata kelola perusahaan.
Astra Internasional berhasil bertahan setelah menerapkan tata kelola perusahaan
sejak tahun 1987 (21 tahun). Dengan pengalamannya selama kurang lebih 50 tahun
dan penerapan etika bisnis perusahaan selama 21 tahun, maka menjadi
pertimbangan yang menarik untuk lebih meneliti AI dilihat dari etika bisnis
yang telah diterapkan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan gambaran
mengenai penerapan etika bisnis yang telah diterapkan perusahaan agar kasus Enron
maupun Lehman Brother tidak terjadi di PT Astra Internasional, Tbk.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sesuai dengan prinsip GCG, yaitu accountability,
independency, transparency and disclosure, responsibility, serta fairness dan
ditambah dengan honesty (kejujuran), ternyata bagi manajer dan karyawan
outsourcing, honesty merupakan faktor yang paling diprioritaskan diantara
prinsip – prinsip GCG lainnya. Prioritas selanjutnya adalah independency,
transparency and disclosure, accountability, responsibility, dan terakhir
adalah fairness. Tetapi bagi staff AI, ternyata prinsip terpenting adalah
independency, dilanjutkan dengan responsibility lalu honesty. Penerapan etika
dalam bekerja menempatkan kejujuran sebagai faktor yang paling diprioritaskan
dan hampir semua responden mengatakan bahwa berpartisipasi dalam company event
merupakan salah satu kegiatan perusahaan yang tidak harus menjadi prioritas
utama, bahkan ditempatkan di pilihan terakhir dalam faktor penilaian etika
dalam melaksanakan pekerjaan. Umumnya baik karyawan AI maupun karyawan
outsourcing mengetahui bagaimana etika bisnis diterapkan yaitu melalui
observasi lingkungan bekerja, dilanjutkan dengan mengetahui dari atasan. Untuk
pemahaman terhadap nilai – nilai etika bisnis yang diterapkan oleh perusahaan,
masih terdapat perbedaan pemahaman terutama dari faktor accountability,
responsibility, serta transparency and disclosure. Perbedaan pemahaman ini
masih dianggap wajar oleh perusahaan karena perbedaan tersebut lebih kepada
perbedaan pola pikir masing – masing tingkat jabatan. Dalam penerapan terhadap
nilai-nilai budaya perusahaan juga masih terdapat perbedaan pemahaman, yaitu
jika menghadapi persoalan dan perasaan boleh menyatakan secara terbuka.
Selanjutnya, nilai untuk melakukan sesuatu secara bekerjasama (teamwork)
merupakan nilai tertinggi atau nilai yang dianggap paling penting oleh karyawan
Astra Internasional, Tbk, sedangkan nilai terendah yang dianggap oleh karyawan
Astra Internasional, Tbk adalah apa yang dipandang perlu oleh karyawan
terkadang dipandang salah oleh manajer. Untuk manajer AI, nilai terendah adalah
“seia – sekata” antara atasan dan bawahan dalam melakukan tindakan. Bagi
karyawan outsourcing, nilai budaya perusahaan yang kurang dinilai baik oleh
perusahaan adalah taktis, cerdik, dan sedikit curang adalah cara berpikir.
Selanjutnya, terdapat hubungan baik antara etika bisnis, etika bekerja, dan
budaya perusahaan.
Daftar Pustaka
Shinta Nur
Amalia
4EB09 /
26210523
No comments:
Post a Comment