Thursday, May 31, 2012

soal-soal anti monopoli perdagangan tidak sehat dan penyelesaian sengketa



11.       Berikut ini adalah yang termasuk dalam asas dan tujuan yang diatur dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999, kecuali
a)    Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah, dan kecil
b)    Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha
c)    Menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha
d)    Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan (*)

22.    Apa yang dimaksud dengan Monopsoni pada kegiatan perdagangan yang tidak sehat?

a.     Keadaan pasar yang tidak seimbang dan dikuasai oleh seorang pembeli; oligopsoni yang terbatas pada seorang pembeli. (*)
b.    Pengadaan barang dagangan tertentu sekurang-kurangnya sepertiganya dikuasai oleh satu orang atau kelompok sehingga harganya dapat dikendalikan.
c.     Satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
d.    Dua atau tiga pelaku usaha satau satu kelompok pelaku usaha menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa.

33.    Apa yang dimaksud dengan mediasi?

a.     Proses tawar menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak dan pihak lain.
b.    Proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat. (*)
c.     Usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan penyelesaian.
d.    Usaha perantara dalam meleraikan sengketa.

44.    Apa yang dimaksud dengan konsiliasi?

a.     Usaha perantara dalam meleraikan sengketa.
b.    Proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat
c.     Usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan penyelesaian. (*)
d.    Proses tawar menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak dan pihak lain.

55.    Berikut ini adalah unsur-unsur mediasi, kecuali

a)     Merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan.
b)    Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan.
c)     Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian.
d)    Sengketa hanya di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan. (*)


SShinta Nur Amalia
2EB09 / 26210523

Tuesday, May 29, 2012

Penyelesaian Sengketa


Sengketa terjadi karena terdapat situasi dimana satu pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain. Perasaan tidak puas akan segera muncul ke permukaan apabila terjadi conflict of interest. Pada umumnya di dalam kehidupan bermasyarakat ada beberapa cara menyelesaikan konflik yakni proses penyelesaian sengketa yang ditempuh dapat melalui cara-cara formal maupun informal.
Cara-cara  Penyelesaian Sengketa
1.1. Negosiasi
Negosiasi adalah proses tawar menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak dan pihak lain.
1.2.. Mediasi
Mediasi adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat.
Unsur-unsur mediasi :
-          Merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan.
-          Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan.
-          Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian.
-          Tujuan mediasi untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.
1.3 Konsiliasi
Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan penyelesaian. Konsiliator berkewajiban untuk menyampaikan pendapat-pendapatnya mengenai duduk persoalannya.
1.4. Arbitrase
Arbitrase adalah usaha perantara dalam meleraikan sengketa. Menurut Subekti, arbitrase merupakan suatu penyelesaian sengketa oleh seorang wasit yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk atau menaati keputusan yang akan diberikan wasit yang mereka pilih.
Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
Suatu arbitrase tidak menjadi batal walaupun disebabkan oleh suatu keadaan seperti meninggalnya salah satu pihak, bangkrutnya salah satu pihak, novasi, keadaan tidak mampu membayar salah satu pihak, pewarisan, serta berakhirnya perjanjian pokok.
Di Indonesia terdapat dua lembaga arbitrase yakni BANI dan BAMUI.
Arbitrase dibagi ke dalam 2 jenis yaitu:
1.     Arbitrase Volunter (ad hoc)
Merupakan arbitrase yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan atau memutuskan perselisihan tertentu.
1.     Arbitrase Institusional
Merupakan suatu lembaga atau badan arbitrase yang bersifat permanen sehingga tetap berdiri untuk selamanya dan tidak bubar meskipun perselisihan yang ditangani telah selesai diputus.
Pemberian pendapat oleh lembaga arbitrase menyebabkan kedua belah pihak terikat padanya. Apabila tindakannya ada yang bertentangan dengan pendapat tersebut maka dianggap melanggar perjanjian. Sementara itu, pelaksanaan keputusan arbitrase nasional dilakukan dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal putusan ditetapkan. Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum dan mengikat para pihak.
Syarat-syarat untuk dijadikan suatu putusan arbitrase :
1.     Para pihak telah menyetujui bahwa sengketa di antara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase.
2.     Persetujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dimuat dalam suatu dokumen yang ditandatangani oleh para pihak.
3.     Sengketa hanya di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan.
4.     Sengketa tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
Yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksaan putusan arbitrase internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur:
1.     Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putusan dijatuhkan diketahui palsu atau dinyatakan palsu.
2.     Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan dan yang disembunyikan oleh pihak lawan.
3.     Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemerisaan sengketa.
1.5 Peradilan
Pengadilan menurut UU No.2 Tahun 1986 adalah pengadilan negeri dan pengadilan tinggi di lingkungan peradilan umum. Hakim atau pengadilan adalah penegak hukum. Sementara itu Pasal 2 UU No. 4 Tahun 2004, penyelenggara kekuasaan nkehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berbeda di bawahnya dalam lingkunga peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi.
1.6. Peradilan Umum
Peradilan umum adalah salah satu kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang pada umumnya mengenai perkara perdata dan pidana.
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh:
1.     Pengadilan Negeri
Adalah pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di kotamadya atau ibukota kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten, yang dibentuk dengan keputusan presiden.
Pengadilan negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama.
1.     Pengadilan Tinggi
Adalah pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di ibukota propinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah propinsi yang dibentuk dengan undang-undang.
Pengadilan tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan perkara perdata di tingkat banding, juga berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan yang mengadili antar pengadilan negeri di daerah hukumnya.
1.     Mahkamah Agung
Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain, yang berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia.
Mahkamah Agung bertuagas dan berwenang memeriksa dan memutus permohonan kasasi, sengketa tentang kewenangan mengadili, permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam tingkat kasasi Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan dari semua lingkungan peradilan, karena
1.     Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
2.     Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
3.     Lalai memenuhi syarat-syarat yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata harus diajukan sendiri oleh para pihak yang berperkara atau ahli warisnya atau seorang wakilnya khusus dikuasakan untuk itu dengan tenggang waktu pengajukan 180 hari yang didasarkan atas alasan, seperti
1.     Didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.
2.     Setelah perkara diputus ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.
3.     Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut.
4.     Mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa pertimbangan sebab-sebabnya.
5.     Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain.
6.     Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.


Shinta Nur Amalia
2EB09 / 26210523

ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT


1.            Pengertian
Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, pengaturan mengenai persaingan usaha tidak sehat didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan melawan hukum dan Pasal 382 bis KUH Pidana.
Berdasarkan rumusan Pasal 382 bis KUH Pidana, seseorang dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus ribu rupiah atas tindakan ‘persaingan curang’ bila memenuhi beberapa kriteria sbb:
1.    Adanya tindakan tertentu yang dikategorikan sebagai persaingan curang
2.    Perbuatan persaingan curang dilakukan dalam rangka mendapatkan, melangsungkan, dan memperluas hasil dagangan atau perusahaan
3.    Perusahaan, baik milik si pelaku maupun perusahaan lain, diuntungkan karena persaingan curang tersebut
4.    Perbuatan persaingan curang dilakukan dengan cara menyesatkan khalayak umum atau orang tertentu
5.    Akibat dari perbuatan persaingan curang tersebut menimbulkan kerugian bagi konkruennya dari orang lain yang diuntungkan dengan perbautan si pelaku
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian monopoli, yaitu suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha. Yang dimaksud dengan pelaku usaha adalahsetiap orang-perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pelaku usaha dapat dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa jika kelompok usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Dengan demikian praktik monopoli harus dibuktikan dahulu adanya unsur yang mengakibatkan persaingan tidak sehat dan merugikan kepentingan umum.
2.        Asas dan Tujuan
Dalam melakukan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan umum dan pelaku usaha. Sementara itu tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sbb:
1.    Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
2.    Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah, dan kecil
3.    Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha
4.    Menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha
3.        Kegiatan yang Dilarang
1. Monopoli
Monopoli adalah pengadaan barang dagangan tertentu sekurang-kurangnya sepertiganya dikuasai oleh satu orang atau kelompok sehingga harganya dapat dikendalikan.
2. Monopsoni
Monopsoni adalah keadaan pasar yang tidak seimbang dan dikuasai oleh seorang pembeli; oligopsoni yang terbatas pada seorang pembeli.
3. Penguasaan pasar
Penguasaan pasar merupakan proses, cara, atau perbuatan menguasai pasar yang berupa:
1.    Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan
2.    Menghalangi konsumen untuk melakukan hubungan dengan pelaku usaha pesaing pada pasar bersangkutan
3.    Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu
4. Persengkongkolan
Persekongkolan berarti berkomplot atau bersepakat melakukan kecurangan. Ada beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh UU Nomor 5 Th. 1999 dalam Pasal 22 sampai Pasal 24, yaitu sbb:
1.    Dilarang melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat
2.    Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapat informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan rahasia perusahaan
3.    Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengahambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaing dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan menjadi berkurang, baik jumlah, kualitas maupun kecepatan waktu yang disyaratkan.
Pasal 1 angka 4 UU No.5 Th.1999 menyebutkan bahwa posisi dominan merupakan keadaan pelaku usaha yang tidak adanya pesaing yang berarti di pasar ybs dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasaiatau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan , akses pada pasokan, penjualan, dan menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
Persentase penguasaan pasar oleh pelaku usaha sehingga dapat dikatakan menggunakan posisi dominan sebagaimana ketentuan di atas adalah sbb:
1.    Satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu
2.    Dua atau tiga pelaku usaha satau satu kelompok pelaku usaha menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
6. Jabatan rangkap
Seseorang yang menduduki jabatan direksi atau komisaris suatu perusahaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris perusahaan lain pada waktu yang bersamaan apabila:
1.    Berada dalam pasar bersangkutan yang sama
2.    Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha
3.    Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu yang dapat menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
7. Pemilikan saham
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama bila kepemilikan tersebut mengakibatkan persentase penguasaan pasar yang dapat dikatakan menggunakan posisi dominan (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 27).
8. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
Dalam menjalankan perusahaan, pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum, yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus-menerus dengan tujuan mencari laba, secara tegas dilarang melakukan tindakan penggabungan , peleburan, dan pengambilalihan yang berakibat praktik monopoli dan persaingan tidak sehat (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 28).
Hanya penggabungan yang bersifat vertikal yang dapat dilakukan sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 14.
4.        Perjanjian yang Dilarang
1.     
1.    Oligopoli
Oligopoli merupakan keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang berjumlah sedikit sehingga dapat mempengaruhi pasar, maka:
1.    Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha dengan secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
2.    Pelaku usaha patut diduga melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa bila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai >75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
3.    Penetapan harga
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian sbb:
1.    Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama
2.    Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama
3.    Perjanjian dengan pelaku usaha pesaing untuk menetapkan harga di bawah harga pasar
4.    Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah dari harga yang telah dijanjikan
5.    Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan membagi wilayah pemasaran atau lokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
1.    Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun luar negeri.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut berakibat:
1.    merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain
2.    membatasi pelaku usaha lain dalam menjaul atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan.
3.    Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang atau jasa.
1.    Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap perusahaan atau peseroan anggotanya yang bertujuan mengontrol produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa.
1.    Oligopsoni
1.    Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan menguasai pembelian atau penerimaan pasokan secara bersama-sama agar dapat mengendalikan harga barang atau jasa dalam pasar ybs
2.    Pelaku usaha dapat diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai >75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
3.    Integrasi vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
1.    Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak dan atau tempat tertentu.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa yang membuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok, antara lain:
1.    harus bersedia membeli barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok
2.    tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
3.    Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
5.        Hal-Hal yang Dikecualikan dari Undang-Undang Anti Monopoli
1.     
1.    Perjanjian yang dikecualikan
1.    Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual, termasuk lisensi, paten, merk dagang, hak cipta, desain produk industry, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang
2.    Perjanjian yang berkaitan dengan waralaba
3.    Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan
4.    Perjanjian dalam rangka keagenan yang isisnya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah dari harga yang telah dijanjikan
5.    Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas
6.    Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah
7.    Perbuatan yang dikecualikan
1.    Perbuatan pelaku usaha yang tergolong dalam pelaku usaha
2.    Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggota
3.    Perbuatan dan atau perjanjian yang dikecualikan
1.    Perbuatan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku
2.    Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan untuk ekspor dan tidak mengganggu kebutuhan atau pasokan dalam negeri
1.    6.        Komisi Pengawas Persaingan Usaha
KPPU adalah sebuah lembaga yang mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya melakukan praktik monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat. Hal ini diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1999. Tugas dan wewenang KPPU antara lain:
1.    Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang telah dibuat oleh pelaku usaha
2.    Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha / tindakan pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya
3.    Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi
4.    Memberikan saran dan pertimbangan kebijakan pemerintah terhadap praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
5.    Menerima laporan dari masyarakat/pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
6.    Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha/tindakan pelaku usaha yang dapat menimbulkan praktik monopoli / persaingan usaha tidak sehat
7.    Melakukan penyelidikan/ pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktik monopoli/ persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan masyarakat atau pelaku atau yang ditemukan oleh komisi sebagai hasil dari penelitiannya
8.    Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang
9.    Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang yang tidak bersedia memenuhi panggilan komisi
10.  Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.
1.    7.        Sanksi
1.    Sanksi administrasi
Sanksi ini dapat berupa penetapan pembatasan perjanjian, pemberhentian integrasi vertikal, perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan posisi dominan, penetapan pembatalan atas penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan badan usaha, penetapan pembayaran ganti rugi, penetapan denda serendah-rendahnya satu milyar rupiah atau setinggi-tingginya 25 milyar rupiah.
1.    Sanksi pidana pokok dan tambahan
Sanksi ini dimungkinkan bila pelaku usaha melanggar integrasi vertikal, perjanjian dengan pihak luar negeri, melakukan monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, posisi dominan, pemilikan saham, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dikenakan denda minimal 25 milyar rupiah dan setinggi-tingginya seratus milyar rupiah, sedangkan untuk pelanggaran mengenai penetapan harga, perjanjian tertutup, penguasaan pasar dan persekongkolan, jabatan rangkap dikenakan denda minimal lima milyar rupiah dan maksimal 25 milyar rupiah.
Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran berat dikenakan pidana tambahan sesuai dengan Pasal 10 KUH Pidana berupa:
1.    Pencabutan izin usaha
2.    Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris minimal dua tahun dan maksimal lima tahun
3.    Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.


Shinta Nur Amalia
2EB09 / 26210523